Memburu Iblis Jilid 32

Sonny Ogawa

Memburu Iblis Jilid 32 karya Sriwidjono - "Sudahlah! Aku akan pulang untuk bertapa lagi!" terdengar jawaban Bok Siang Ki di tempat yang jauh.

"Bangsat! Lalu bagaimana dengan pertemuan kita di bangunan kuno itu?" Giok-bin Tok-ong berseru pula.

"Tak usah! Kita tak perlu lagi menguji kepandaian kita! Semuanya sudah kelihatan tadi...!" sayup-sayup masih terdengar jawaban Bok Siang Ki.

"Kurang ajar! Huh, benar-benar kurang ajar...!" Bu-tek Sin-tong menggeram dengan suara mendongkol. Lalu sambungnya pula kepada Giok-bin Tok-ong. "Eh Tok-ong! Bagaimana menurut pendapatmu?"

Tiba-tiba Giok-bin Tok-ong mengertakkan giginya yang masih utuh. "huh...! Mengapa kita mesti takut? kalau satu lawan satu kita memang bukan lawannya. Tapi kalau kita maju bersama-sama? Huh, belum tentu kita kalah!"

"Tapi... bagaimana dengan gadis itu?" tiba-tiba Bu-tek Sin-tong merendahkan nada suaranya.

"Persetan dengan perempuan kecil itu! Marilah…!" Kemudian tanpa menunggu jawaban lagi Giok-bin Tok-ong menyerang Bun-hoat Sian-seng. Tangannya tiba-tiba telah menggenggam sebuah saputangan hitam, dan saputangan itu kelihatan berkibar ketika menyambar ke depan.

Wuuuuuuus! Bau harum yang sangat semerbak bertiup ke arah hidung Bun-hoat Sian-seng! Dan bau harum itu terasa nikmat ketika di hirup ke dalam dada! Terutama bagi wanita muda seperti Souw Lian Cu itu! Namun hal itu ternyata sangat mengejutkan Bun-hoat Sian-seng. Sambil mendorong gadis itu ke pinggir, Bun-hoat Sian-seng berbisik, "Kerahkan tenaga saktimu! Keluarkan kembali bau harum yang kau isap itu! Lekas!"

"Su-hu? Mengapa aku...?" Belum juga gadis itu sempat menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba tubuhnya sudah terhuyung. Matanya yang indah itu terbeliak kaget. Napasnya tersengal-sengal.

"Lian Cu....!" Bun-hoat Sian-seng berdesah kaget. Tapi ketika orang tua itu hendak menolong, tiba-tiba Bu-tek Sin-tong juga sudah datang pula menyerangnya. Kakek kerdil itu menyabetkan rambutnya yang terurai panjang ke arah wajahnya.

Terpaksa Bun-hoat Sian-seng mengurungkan niatnya. Bergegas orang tua itu mengerahkan Iwee kangnya ke tangan, kemudian mengibaskan tangan tersebut ke depan untuk menyongsong serangan rambut Bu-tek Sin-tong itu.

Wuuuuuuut! Praaaaaaaaat...!

Rambut Bu-tek Sin-tong yang bergumpal kaku seperti kawat baja itu terpental balik ketika membentur tangan Bun-hoat Sian-seng. Bahkan gumpalan rambut itu hampir saja menyambar kepala Giok-bin Tok-ong yang sudah datang kembali dengan saputangannya.

Sementara itu Liu Yang Kun menjadi kaget pula melihat Souw Lian Cu. Bergegas pemuda itu melompat ke depan untuk menolong. Tapi gadis itu dengan cepat mengibaskan tangannya, sehingga pemuda itu segera terdorong mundur kembali.

"Nona Souw....? Kau…..?"

Tapi gadis itu tak mempedulikannya. Dengan cepat gadis itu duduk di atas tanah dan berbuat seperti apa yang diperintahkan gurunya, yaitu mengerahkan tenaga dalamnya untuk mengusir hawa beracun yang memasuki paru-parunya. Tentu saja Liu Yang Kun menjadi gelisah melihatnya. Dengan wajah tegang serta khawatir pemuda itu berdiri di dekat Souw Lian Cu.

"Apa yang telah terjadi, pangeran?" Hong lui-kun Yap Kiong Lee datang pula menghampiri dan bertanya kepada Liu Yang Kun.

"Entahlah. Mungkin… terkena racun Giok-bin Tok-ong."

"Racun...? Eh, mengapa pangeran tidak segera mengobatinya? Bukankah pangeran tadi siang juga berhasil menyembuhkan Hek-pian-hok Ui Bun Ting? Apakah pangeran lupa membawa mustika itu?"

"Mustika? Mustika apa...? Aku sama sekali tak...?" Liu Yang Kun bertanya bingung sambil merogoh sakunya.

"Maaf, pangeran... Saya tak sengaja ketika melihat pangeran mengeluarkan batu mustika itu. Batu mustika yang tuan genggam dan kemudian tuan tempelkan di pergelangan tangan Ui Bun Ting itu,...!"

"Tapi aku sama sekali tak punya batu... eh?" Tiba-tiba Liu Yang Kun tersentak kaget. Tangannya yang merogoh saku tadi tiba-tiba telah keluar memegang Po-tok-cu. "Eh... ini... ini? Mengapa ada benda semacam ini di sakuku? Inikan batu yang ciang-kun maksudkan itu? Oough,... ya... ya! Ingat aku sekarang. Aku memang telah menggunakan batu ini untuk menyembuhkan Ui Bun Ting. Tapi... tapi mengapa mendadak aku telah melupakannya?"

Novel silat Mandarin karya Sriwidjono. Memburu Iblis Jilid 32

Mula mula Yap Kiong Lee menjadi bingung juga menyaksikan keadaan Liu Yang Kun itu. Namun setelah berpikir lagi dengan lebih seksama, maka jagoan dari Istana itu segera bisa mengurai pula apa yang terjadi.

"Ah, pangeran tidak perlu terlalu resah memikirkannya. Selama penyakit 'lupa ingatan' itu belum sembuh kembali, maka hal-hal seperti itu akan sering terjadi pada diri pangeran. Sebab penyakit itu membuat pangeran seolah-olah memiliki dua jiwa, yaitu jiwa pangeran yang asli dan jiwa pangeran yang cacat. Dalam keadaan sadar seperti sekarang ini pangeran justru dalam keadaan jiwa yang cacat tersebut, tapi sebaliknya, apabila pangeran di dalam keadaan tidak sadar, maka pangeran justru berada dalam keadaan yang normal dan sehat malah. Pada saat yang seperti itu pangeran justru benar benar sebagai Pangeran Liu Yang Kun yang asli."

Liu Yang Kun mendengarkan sambil mengangguk-angguk. Tangan pemuda itu juga masih tetap menimang-nimang Po-tok-cu itu pula.

"Nah... itu pulalah sebabnya mengapa pangeran bisa mengobati Ui Bun Ting, karena pada saat itu pangeran secara kebetulan bertindak tanpa sadar dan hanya menurutkan naluri saja. Tapi lihatlah sekarang! Karena pangeran telah berada dalam keadaan sadar kembali, maka semuanya itu lalu hilang. Pangeran menyandang sebagai penderita cacat jiwa kembali,..."

"Oooooch…!" Liu Yang Kun berdesah paham.

Sementara itu di depan mereka Souw Lian Cu masih tetap berjuang melawan racun yang masuk ke dalam dadanya. Dan racun yang terkandung di dalam saputangan Giok-bin Tok-ong itu tampaknya sangat hebat sekali, sehingga gadis sakti semacam Souw Lian Cu pun masih tetap kewalahan mengatasinya.

"Pangeran…? Mengapa pangeran tidak segera menolongnya?" tiba-tiba Yap Kiong Lee mendesak.

Liu Yang Kun tersentak kaget dari lamunannya, "Ehuh… ya-ya, baik...!" pemuda itu menjawab gugup.

Dengan hati-hati pemuda itu lalu duduk bersila di belakang Souw Lian Cu. Tangannya yang menggenggam Po-tok-cu itu ia tempelkan di punggung gadis itu. "Maaf, nona Souw...!"

Gadis itu sedikit terkejut. Sekejap tubuhnya terasa bergetar. Namun di lain saat gadis itu dapat tenang kembali, Nafasnya semakin teratur. Dan pada saat itu pula pertempuran ditengah-tengah arena telah sampai pada puncaknya juga. Giok-bin Tok-ong benar-benar berpesta-pora dengan segala macam racunnya, sehingga arena pertempuran itu benar-nenar seperti neraka saja layaknya. Segala macam bentuk racun bertebaran dimana-mana.

Akibatnya tidak hanya Bun-hoat Sian-seng yang menjadi repot, tapi Bu-tek Sin-tong pun ikut menjadi sibuk pula menghindari racun-racun itu. Sambil bertempur kakek kerdil itu mengumpat dan memaki tiada habis-habisnya. Mengumpat dan memaki Giok-bin Tok-ong, temannya sendiri.

"Gila! Uhh! Banyak benda yang baik serta menyenangkan di dunia ini, tapi kenapa kau pilih juga barang-barang busuk semacam ini, heh?"

"Heh-heh peduli amat! Kalau kau tak tahan yah, silahkan pergi! Biarlah kuhadapi sendiri Bun-hoat Sian-seng ini!"

"Jangan sombong kau! Kau kira kau mampu menghadapi sendiri. Bun... aduh!"

Tiba-tiba Bu-tek Sin-tong mengaduh kesakitan. Sedikit saja ia membagi perhatiannya ternyata pundaknya telah disambar oleh pukulan lawan. Dan sekejap kemudian darahpun segera mengucur dari lukanya yang panjang. Bu-tek Sin-tong cepat mendekap luka itu. Matanya melancarkan sinar kemarahan yang amat sangat. Tapi ia tetap tak bisa apa-apa, karena serangan Bun-hoat Sian-seng yang lain telah datang lagi seperti badai.

Tiada jalan yang lain bagi Bu-tek Sin-tong selain mengadu nyawa. Sambil menghindar kakek kerdil itu mengeluarkan senjata rahasianya yang berbentuk paser-paser kecil berujung ganda. Begitu ada kesempatan sedikit, maka paser-paser itupun segera melesat menyerang Bun-hoat Sian-seng.

Sebenarnya bukan cuma Bu-tek Sin-tong yang repot, sebab Giok-bin Tok-ong pun juga tidak kalah sibuknya menghadapi Tai-lek Pek-khong-ciang Bun-hoat Sian-seng. Walaupun tampaknya racun-racunnya dapat menguasai arena, tapi tak sepercik-pun diantaranya yang mampu melumpuhkan lawannya. Sebaliknya justru hentakan-hentakan 'angin tajam‘ Bun-hoat Sian-seng yang tidak kelihatan ujudnya itu yang setiap saat selalu mengintai nyawanya.

Bahkan keadaan Giok-bin Tok-ong sendiri sebenarnya lebih parah dari pada Bu-tek Sin-tong. Sudah beberapa kali ia terhindar dari maut. Namun demikian ia tetap tak luput dari luka-luka kecil atau goresan-goresan luka yang diakibatkan oleh 'tusukan' angin tajam tersebut. Pakaian yang dikenakannyapun sudah tidak berbentuk lagi. Di sana-sini telah sobek atau berlubang, warnanya pun juga sudah dikotori pula oleh bercak bercak darah yang mengering.

Demikianlah, ketika Bu-tek Sin-tong melepaskan paser-pasernya itu, Giok-bin Tok-ong pun telah membarengi pula dengan melemparkan 'peluru mautnya'! Tampaknya iblis dari Lembah Tak berwarna itu juga sudah berputus-asa pula. Maka pada waktu yang hampir bersamaan ketiga tokoh sakti itu telah melepaskan serangan akhir untuk menghentikan perlawanan musuhnya. Bun hoat Sian-seng meningkatkan badai 'angin tajamnya‘, Bu-tek Sin-tong meluncurkan paser-pasernya dan Giok-bin Tok-ong melontarkan senjata pamungkasnya!

Sementara itu Yap Kiong Lee menjadi gugup juga melihat pek-lek-tan yang dilepas oleh Giok-bin Tok-ong itu. Tanpa pikir panjang lagi ia merangkul tubuh Souw Lian Cu dan Liu Yang kun, serta membawa mereka bertiarap di atas tanah!

Dhuaaaaaaaaaaaar...! Malam yang sepi itu tiba tiba dikejutkan oleh suara ledakan pek-lek-tan yang amat dahsyat. Debu mengepul jauh tinggi ke udara, menggelapkan jurang yang cukup dalam itu! Seusai suara gema ledakan itu maka keadaan menjadi lengang kembali. Tinggallah kemudian asap tebal yang sedikit demi sedikit juga hilang ditiup angin. Dan samar-samar terlihat pula keadaan di bekas arena itu.

Yap Kiong Lee bergegas bangun. Tanpa memperdulikan debu dan tanah yang berjatuhan dari tubuhnya ia mengguncang tubuh Liu Yang Kun. "Pangeran...! pangeran!" serunya gugup dan khawatir.

Seberapa bongkah tanah dan batu yang menindih tubuh Liu Yang Kun ia singkirkan. Dan tubuh yang tertelungkup itu ia balikkan pula. Namun mata Liu Yang Kun tetap tertutup, meskipun pernapasannya masih tetap berjalan dengan normal. Demikian gelisahnya Yap Kiong Lee memikirkan keselamatan Liu Yang Kun, sehingga dia lupa kepada Souw Lian Cu. Dia baru sadar ketika mendengar suara keluhan gadis itu.

"Nona Souw...! Bangunlah! Bagaimana keadaanmu?" serunya kemudian agak khawatir pula.

Gadis itu menggeliatkan badannya sehingga tanah dan pasir yang menimbunnya rontok ke bawah. Dan kemudian seperti orang kaget gadis itu meloncat bangun. Matanya nyalang melihat ke arena. Sementara itu asap dan debu yanq bergulung gulung di tempat itu telah bertebaran dibawa angin.

Arena dimana para tokoh sakti tadi bertarung kini telah berubah menjadi kubangan atau sumur besar yang cukup dalam. Mulut gua yang tadi menganga di belakang arena itu telah tertimbun oleh bongkahan-bongkahan tanah longsor. Pohon siong tua berbatang besar itu bahkan telah tumbang bersama akar-akarnya.

"Su-hu...? Dimana suhu?" Souw Lian Cu tiba-tiba menjerit.

"Aku berada di sini, Lian Cu...!" terdengar suara Bun-hoat Sian-seng lemah namun jelas.

Souw Lian Cu mengerutkan dahinya. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Begitu melihat gurunya berada di dekat pohon siong yang tumbang itu ia segera berlari mendekat. Sama sekali ia sudah lupa kepada Liu Yang Kun yang telah menolongnya. Ia baru teringat kembali kepada kekasihnya itu ketika telah berada di depan Bun-hoat Sian-seng.

"Su-hu...?" gadis itu berdesah bingung dan berdiri termangu-mangu di depan gurunya. Beberapa kali ia menoleh ke arah dimana Liu Yang Kun masih terbaring.

Bun-hoat Sian seng duduk bersila di atas tanah. Di depannya tergeletak tubuh Bu-tek Sin tong yang terluka parah. Baik Bun-hoat Sian-seng maupun Bu-tek Sin-tong hampir tidak mengenakan pakaian sama sekali. Pakaian mereka nyaris hancur oleh ledakan pek-lek-tan tadi. "Su-hu! kau... kau tidak apa-apa? Dimanakah Giok-bin Tok-ong tadi?" Souw Lian Cu bertanya gemetar.

Kulit muka Bun-hoat Sian-seng tampak pucat sekali. Bahkan pada rambut kumisnya yang putih itu masih kelihatan bekas darah yang telah mengering. Namun demikian orang tua itu tersenyum menyaksikan kekhawatiran muridnya.

"Jangan cemas, Lian Cu, Aku tidak apa-apa. Aku memang terluka cukup parah. Tapi aku bisa menjaga diri. Aku malah mengkhawatirkan luka Bu-tek Sin-tong ini. Dia telah menerima dua macam gempuran sekaligus. Pukulan Tai-lek Pek-khongciangku dan ledakan peluru Giok-bin Tok-ong itu! Tapi aku telah membantunya untuk mengembalikan kekuatannya...!"

"Ooooh...!" Souw Lian Cu menghela napas lega. "Lalu dimanakah Giok-bin Tok-ong sekarang?"

"Dia telah pergi. Tapi dia juga menderita luka pula seperti Kami. Mungkin lebih parah malah... Hemm, bagaimana dengan engkau sendiri? Racun itu sudah kaukeluarkan?"

Tiba-tiba Souw Lian Cu tersentak kaget. Gadis itu teringat kembali kepada Liu Yang kun. Otomatis kepalanya menoleh lagi. "Oooooh!" desahnya lega begitu melihat 'kekasihnya' itu telah bangkit berdiri kembali.

"Lian Cu, kenapa kau....? Bagaimana dengan racun itu? Apakah....?"

"Tidak apa-apa. su-hu. Racun itu telah hilang. Pemuda itu yang membantuku menghilangkannya."

"Oooooo...." Bun-hoat Sian-seng mengangguk-angguk.

"Kalau begitu mengucaplah terima kasih kepadanya. Tampaknya dia terkena hawa ledakan itu pula."

"B-ba-baik, su-hu...."

Sementara itu Yap Kiong Lee menolong Liu Yang Kun membersihkan pakaiannya. "Bagaimana keadaan pangeran? Ada sesuatu yang tidak beres? Dimanakah mustika itu?" jagoan dari istana itu berbisik.

"Tidak apa-apa, ciang-kun. Aku cuma kaget, sehingga tenaga saktiku membalik. Untunglah pada saat yang tepat aku bisa menghentikan saluran tenaga dalamku. Kalau tidak.... emm, entah apa jadinya dengan nona Souw tadi," jawab Liu Yang Kun sambil memperlihatkan po-tok-cu yang masih tergenggam di telapak tangannya.

"Syukurlah, pangeran. Saya sendiri memang sangat tergesa-gesa tadi. Begitu kagetnya saya ketika melihat Giokbin Tok-ong melemparkan peluru mautnya, sehingga tiada jalan lain yang terpikirkan oleh saya selain membawa pangeran bertiarap....!"

"Peluru Giok-bin Tok-ong itu memang dahsyat bukan main."

Demikianlah, setelah mengucapkan rasa terima kasihnya, Souw Lian Cu lalu mengajak Liu Yang Kun dan Yap Kiong Lee ke tempat Bun-hoat Sian-seng. Dan gadis itu sedikit tercengang ketika tidak melihat Bu-tek Sin-tong lagi di tempat tersebut.

"Su-hu, perkenalkanlah... beliau-beliau ini adalah para bangsawan istana. Beliau..."

"Ooh? Aku sudah dua kali bertemu dengan ji-wi (tuan berdua) ini. Tapi aku tak menyangka kalau beliau datang dari istana..." Bun-hoat Sian-seng memotong perkataan muridnya.

"Su-hu sudah mengenal mereka?"

"Sudah. Bukankah ji-wi ini bernama Yap Kiong Lee dan... Liu Yang Kun?"

"Pangeran Liu Yang Kun! Beliau ini adalah putera Hong-siang!" Souw Lian Cu membetulkan perkataan gurunya.

"Oooh....?" Bun-hoat Sian-seng tertegun. "Bukan main. Hong-siang sungguh beruntung sekali memiliki putera seperti ini."

Souw Lian Cu mendengus pelan. Entah mengapa hatinya tidak senang mendengar gurunya memuji Liu Yang kun. Oleh karena itu untuk mengalihkan pembicaraan yang kurang ia senangi itu Souw Lian Cu lalu bertanya tentang Bu-tek Sin-tong. "Su-hu, kemanakah Bu-tek Sin-tong tadi?"

Bun-hoat Sian-seng menghela napas panjang. "Dia telah pergi. Tapi bukunya telah ia kembalikan kepadaku. Inilah dia!" katanya kemudian sambil menunjukkan sobekan Buku Rahasia yang semula dibawa oleh Bu-tek Sin-tong.

"Ah, kalau begitu tinggal bagian depan saja yang belum kembali." Souw Lian Cu berkata pula seraya mengeluarkan sobekan Buku Rahasia yang tadi diberikan oleh Bok Siang Ki kepadanya.

Diam-diam gadis itu melirik kepada Liu Yang Kun, karena menurut Giok-bin Tok-ong tadi, sebagian dari buku yang belum kembali itu kini berada di tangan pemuda itu. Dan ketika gadis itu melihat ke arah gurunya, ia juga menyaksikan gurunya itu menatap aneh kepada Liu Yang Kun. Tampaknya gurunya itu agak segan pula untuk berbicara tentang buku itu kepada Liu Yang Kun.

Untunglah Liu Yang Kun sendiri dapat merasakan pula sikap mereka itu. Dengan nada pasrah ia berkata kepada Souw Lian Cu. "Nona, kau tahu sendiri bagaimana keadaan ingatanku sekarang. Mungkin memang benar apa yang dikatakan Giok-bin Tok-ong tadi, bahwa aku telah merebut bukunya itu. Tapi yang jelas aku sekarang tidak membawanya. Maka terserah kepadamu, apa yang hendak kau lakukan terhadap diriku. Tapi bila aku boleh meminta, biarlah penyakitku ini hilang dahulu. Apabila kemudian buku itu memang ada padaku, aku tentu akan mengembalikannya. Bukan watakku untuk memiliki benda yang bukan hakku."

Bun-hoat Sian-seng menjadi bingung mendengar ucapan Liu Yang Kun tersebut. Bolak-balik orang tua itu memandangi Souw Lian Cu dan Liu Yang Kun berganti-ganti. "Lian Cu...! Ada apa ini sebenarnya? Mengapa Pangeran Liu Yang Kun ini berkata seperti itu?"

Souw Lian Cu tertunduk. Ia memang belum menceritakan tentang hal Liu Yang Kun itu kepada gurunya. Karena kini tak bisa mengelak lagi, maka ia pun lalu terpaksa menceritakannya kepada gurunya. Tapi tentu saja ia tak bercerita tentang masa lalunya dengan pemuda itu. Ternyata Bun-hoat Sian-seng menjadi heran juga mendengar 'penyakit' yang diderita Liu Yang Kun itu. Dengan pandang mata heran, namun juga kasihan, orang tua itu mengawasi pemuda yang memiliki ilmu sangat tinggi itu.

"Sayang aku tak mempunyai banyak pengetahuan tentang iImu pengobatan. Rasanya ingin juga ikut membantu mengembalikan ingatannya yang hilang itu. Ehmm, jadi kau mau membawanya ke depan ibu tirimu itu? Bagus! Agaknya memang cuma dia yang mampu mengobati penyakit itu. Aku juga pernah mendengar tentang kehebatan Bu-eng Sin-yok-ong di masa lalu," katanya kemudian dengan suara perlahan.

"Jadi.... suhu setuju aku mengantar... mengantar Pangeran Liu ini?" Souw Lian Cu bertanya.

"Mengapa tidak? Kau telah berpisah dengan ayahmu sedemikian lamanya. Kini tugasmu juga sudah selesai pula. Tinggal sebagian lagi sobekan Buku Rahasia itu yang belum kembali. Itupun kukira juga sudah tidak sulit lagi. Asal Pangeran Liu Yang Kun ini sudah sembuh kembali, sobekan Buku Rahasia itu tentu akan cepat diketemukan pula...."

Souw Lian Cu memandang Liu Yang Kun dengan sudut matanya, kemudian menghela napas panjang. "Terima kasih, su-hu. Kalau begitu aku akan berangkat lebih dahulu. Aku akan segera kembali apabila sobekan Buku Rahasia yang terakhir itu telah kuketemukan."

Tiba-tiba Liu Yang Kun melangkah maju. "Lo-cianpwe, percayalah....! Apabila kelak buku itu memang ada padaku, aku tentu akan segera mengembalikannya kepada Io-cianpwe!" katanya tegas.

"Terima kasih, pangeran...! Nah, Lian Cu... kau berangkatlah!"

"Su-hu, kau....!"

"Jangan pikirkan aku! Aku dapat mengurus diriku sendiri. Pergilah..." Bun-hoat Sianseng berkata dengan suara lembut namun tegas, sehingga Souw Lian Cu tidak berani membantah lagi.

Demikianlah Souw Lian Cu lalu kembali ke dalam kota lagi. Liu Yang Kun dan Yap Kiong Lee mengikuti di belakangnya. Karena pintu gerbang kota telah ditutup, maka mereka bertiga terpaksa memanjat dan melompatinya. Malam telah larut dan penjagapun telah tidur lelap pula, sehingga gerak-gerik mereka tidak ada yang mengetahui. Pengurus penginapanpun telah tertidur pula. Terpaksa mereka langsung menuju ke kamar yang mereka pesan. Souw Lian Cu tidur sendiri, sedangkan Liu Yang Kun dan Yap Kiong Lee tidur sekamar.

Embun malam telah mulai turun ke bumi. Suatu tanda bahwa malam telah merayap turun pula dari puncaknya. Suasana di dalam rumah penginapan itu benar-benar sepi. Sepi dan sunyi bagaikan kuburan. Satu-satunya benda yang tampak hidup hanyalah lampu minyak yang apinya bergoyang-goyang ditiup angin.

Banyak tamu yang menginap di penginapan itu, tapi hanya mereka bertiga yang belum memicingkan mata. Hati dan pikiran mereka masih digeluti oleh peristiwa yang baru saja mereka alami, meskipun sebenarnya mereka telah berusaha untuk melupakannya.

Di kamarnya sendiri, Souw Lian Cu duduk bersila di atas pembaringan. Gadis itu berusaha untuk bersemadi dan melepaskan lelahnya, tapi hati dan pikirannya tetap saja sulit ia kendalikan. Apalagi ketika pikirannya melayang kepada ayahnya, Hong-gi-hiap Souw Thian Hai, yang telah bertahun-tahun ia tinggalkan. Tak terasa air matanya meleleh turun membasahi pipinya. Dan air mata itu semakin banyak membanjiri pangkuannya tatkala pikirannya mulai merambat menyusuri nasibnya sendiri.

Sejak dilahirkan ke dunia ternyata nasibnya selalu kurang beruntung. Walaupun dilahirkan di lingkungan keluarga baik-baik serta tersohor, namun sejak berumur dua tahun ia telah ditinggaIkan keluarganya. Kakek, nenek, serta ibunya mati dibunuh orang. Sedangkan ayahnya menjadi gila sejak kematian ibu dan kakeknya itu.

Untunglah masih ada keluarga pelayannya yang mau merawat dia. Tapi musuh yang telah membasmi keluarganya itu ternyata masih saja mencari dirinya. Ketika ia telah mulai besar, keluarga yang merawatnya itu juga dibasmi pula oleh musuhnya. Bahkan di dalam kekalutan dan pelariannya akibat peristiwa itu, tangan kirinya juga dibabat putus oleh lawan lawannya.

Saat itu ia telah berusia sebelas atau dua belas tahun. Pada waktu itu ia ditolong oleh Chu Bwee Hong, Ho Pek Lian dan ayahnya sendiri! Tapi tentu saja ia tak mengenal ayahnya itu. Apalagi ayahnya itu juga belum sembuh dari sakit gilanya. Sakit gila atau sakit 'lupa ingatan', persis seperti yang diderita oleh Liu Yang Kun sekarang.

Mengenangkan hal itu diam-diam Souw Lian Cu tersenyum sendirian. Senyum diantara derai air matanya. Sungguh aneh sekali. Mengapa orang-orang yang sangat dekat di hatinya itu mengalami penderitaan yang sama? Souw Lian Cu menarik napas dalam-dalam. Tangannya mengambil saputangan dan menyeka air matanya. Pikirannya segera menerobos dinding kamarnya. Sedang apakah Liu Yang Kun itu sekarang? Apakah pemuda itu juga sedang memikirkan dirinya?

"Ah, tentu tidak... Bukankah ia sudah beristeri? Bukankah ia sudah kawin dengan Tiauw Li Ing? Ooooohh..." tiba-tiba Souw Lian Cu berdesah tanpa terasa. Dan tiba-tiba pula air matanya kembali turun membasahi pipinya.

Pada waktu yang sama di kamar sebelah Liu Yang Kun juga sedang merenung pula seperti halnya Souw Lian Cu. Dan seperti ada selarik benang yang menghubungkan hati mereka, maka Liu Yang Kun juga sedang berpikir pula tentang gadis itu. Bahkan begitu asyiknya Liu Yang Kun melamunkan gadis itu, sehingga ucapan dan kata-kata Yap Kiong Lee tidak pernah diperhatikannya. Dia hanya mengangguk atau menggeleng saja bila jagoan istana itu mengajaknya berbicara.

"Eh, dia... sedang menangis? Tampaknya... tampaknya dia juga tidak bisa tidur pula," tiba-tiba Liu Yang Kun bergumam lirih seperti kepada dirinya sendiri.

Ternyata saking kuatnya Liu Yang Kun berpikir tentang Souw Lian Cu, maka ilmunya yang sejajar dengan Lin-cui-suihoat itu bangkit dengan sendirinya. Dinding tebal yang memisahkan kamar itu dengan kamar Souw Lian Cu seperti tak kuasa menghalangi tatapan 'mata batinnya'. Dengan jelas pemuda itu seperti melihat segala tingkah laku Souw Lian Cu.

"Eiiii, pangeran bilang apa tadi...?!" Yap Kiong Lee terkejut mendengar gumam Liu Yang Kun tadi.

Liu Yang Kun tersentak dari lamunannya. Dengan gugup pemuda itu menjawab, "Ah, tidak...! Tidak apa-apa. Ciang kun juga belum mengantuk?"

"Belum. Pikiranku masih tercekam oleh peristiwa di dasar jurang itu. Aku benar-benar tidak menyangka bisa bertemu dengan Bun-hoat Sian seng, Jago Nomor Satu di dunia Persilatan itu. Dan pertarungan dahsyat di dasar jurang itu benar-benar telah membuka mataku pula, betapa kecilnya aku dibandingkan dengan mereka. Namun demikian masih ada juga perasaan bangga menyelinap di dalam hatiku yang kecil ini bila menyaksikan…!"

"Menyaksikan apa, ciang-kun....?"

Yap Kiong Lee tersenyum. "Bila menyaksikan sepak terjang pangeran tadi!"

Liu Yang Kun menoleh dengan kaget. "Sepak terjangku? Apa maksud, ciang-kun?"

Sekali lagi Yap Kiong Lee tersenyum, "maaf, pangeran. Saya benar-benar bangga menyaksikan sepak terjang pangeran di dalam menghadapi mereka tadi. Saya sungguh sangat berbesar hati melihat pangeran dapat mengalahkan tokoh-tokoh sakti itu. Hmm, saya lantas teringat kepada Hong-siang. Betapa bangganya beliau bila mengetahui puteranya yang dibangga-banggakan itu benar-benar menjadi seorang pendekar yang gagah perkasa."

"Aaaaaaah!" Liu Yang kun berdesah.

Yap Kiong Lee mengerutkan keningnya. Ada nada sangsi dan ragu pada suara pemuda itu. Tapi Yap Kiong Lee segera memakluminya. Pemuda itu masih belum yakin siapa sebenarnya dirinya. Tiba-tiba Liu Yang Kun berdiri, sehingga mengejutkan Yap Kiong Lee. "Ciang-kun, silahkan kau beristirahat dahulu...! Mataku sulit sekali dipejamkan. Biarlah aku keluar dulu di halaman. Siapa tahu udara di luar dapat membuatku mengantuk...." Liu Yang Kun berkata perlahan.

Yap Kiong Lee bangkit berdiri pula. "Tapi... eh, bolehkah saya menemani?"

Liu Yang Kun tersenyum. "Apakah ciang-kun takut aku akan lari? Ah... Hilangkanlah prasangka seperti itu. Percayalah..." katanya kemudian dengan nada bergurau.

"Ah, pangeran mana... mana aku berani berbuat demikian? Silahkanlah! Silahkan....!" Yap Kiong Lee menyahut dengan kikuk dan cepat-cepat duduk kembali. "Terima kasih."

Liu Yang Kun lalu melangkah keluar dari kamar itu. Ketika menoleh ke kamar Souw Lian Cu, pemuda itu menjadi kaget sekali. Ternyata gadis itu juga sedang membuka pintunya. Dan gadis ayu itu juga sedang menoleh pula ke arahnya. Liu Yang Kun menjadi merah mukanya. Begitu pula dengan Souw Lian Cu.

Bahkan dengan cepat mereka menundukkan wajah mereka. Entah mengapa tiba-tiba mereka menjadi kikuk. Tampaknya mereka menjadi malu karena baru saja masing-masing melamunkan yang lain. Tapi dengan cepat pula Liu Yang Kun dapat menguasai dirinya kembali.

"Nona hendak kemana...?" sapanya dengan suara sedikit gemetar, sehingga pemuda itu menjadi benci kepada suaranya sendiri.

"A-aku tak bisa tidur. Maka... aku bermaksud keluar untuk mencari hawa segar..." Ternyata Souw Lian Cu pun menjadi gemetar pula ketika menjawab.

''Oh, kalau begitu... sama dengan aku. Aku juga tak bisa tidur."

Liu Yang Kun menghela napas. Perlahan-lahan kakinya melangkah menghampiri Souw Lian Cu. Mendadak ia seperti mendapatkan keberaniannya kembali. "Kalau memang benar aku pernah menjalin hubungan batin dengan dia, maka sekarang aku harus memperbaikinya kembali." pemuda itu berpikir.

"Nona...! Sebenarnya ada sesuatu hal yang hendak aku bicarakan denganmu. Tapi aku takut kau tak mau mendengarkannya." Liu Yang Kun berkata perlahan ketika sudah berada di depan Souw Lian Cu. Matanya menatap tajam, seolah-olah ingin menjenguk ke dalam hati gadis itu.

Souw Lian Cu menengadah dengan cepat. Matanya yang bulat bening seperti bintang kejora itu membalas pandangan Liu Yang Kun dengan tak kalah tajamnya. "Pangeran hendak berbicara denganku? Berbicara soal apa? Silahkanlah! Aku tentu akan mendengarkannya," katanya perlahan pula, namun tegas.

Liu yang Kun menoleh ke kanan dan ke kiri. "Tapi tak enak rasanya berbicara di tempat ini. Bagaimana kalau kita berbicara sambil berjalan jalan di luar sana...? Nona keberatan?"

Sekali lagi mata yang bening itu menatap Liu Yang Kun dengan tajamnya. Baru beberapa saat kemudian wajah yang ayu itu menggelengkan kepalanya. "Marilah..." jawabnya pendek.

Sekejap wajah Liu Yang Kun tampak berseri. Matanya berbinar menandakan kebahagiaan yang amat sangat. Namun dilain saat pemuda itu menjadi sadar pula kembali. Tergesa-gesa ia membalikkan badan untuk menyembunyikan rasa kikuknya.

"Marilah...!" katanya kemudian sambil melangkah mendahului.

Mereka turun ke halaman, kemudian berjalan ke jalan raya. Semuanya tampak lengang dan sunyi. Di beberapa tempat masih kelihatan lampu-lampu minyak yang dipasang penduduk di kanan-kiri jalan itu, sementara lampu-lampu yang lain telah banyak yang mati karena kehabisan minyak. Beberapa ekor anjing tampak berlarian melintasi jalan itu, sementara di ujung jalan terdengar lolongan mereka yang panjang dan menggiriskan hati.

"Sepi benar.,…" Liu Yang Kun bergumam. "Rasa-rasanya tak seorangpun yang masih terjaga pada malam yang telah larut seperti ini. Hmm... rasanya tengkukku juga menjadi tebal. Jangan-jangan Hantu Kuntilanak yang diributkan orang itu tiba-tiba muncul di jalan ini…," Liu Yang Kun mencoba bergurau untuk memancing percakapan dengan Souw Lian Cu. Dan pancingan tersebut agaknya memang berhasil.

"Hmm… lagi-lagi Hantu Kuntilanak! Lagi-lagi Hantu Kuntilanak! Mengapa pangeran selalu berbicara tentang hantu itu? Apakah pangeran mempunyai hubungan dengan dia...?" dengan nada agak kesal Souw Lian Cu menyahut.

"Maaf, nona Souw…" Liu Yang Kun menyeringai kikuk. Tampaknya gadis ayu itu masih terngiang- ngiang ketika dituduh sebagai Hantu Kuntilanak kemarin dulu.

"Maaf, nona Souw. Saya memang agak penasaran dengan hantu yang dihebohkan orang itu. Diam-diam aku ingin melihatnya, sehingga aku ikut mencarinya pula. Sore tadi aku melihatnya di pintu gerbang kota. Hantu itu sedang mengejar kereta Bu-tek Sin-tong. Aku lantas mengikutinya, tapi kehilangan jejak. Aku cuma mendapatkan reruntuhan kereta itu di jurang. Hantu itu tidak ada di sana. Yang ada justru Giok-bin Tok-ong, Bu-tek Sin-tong dan Han Sui Nio, calon isteri ketua Tiam-jong-pai itu. Oleh karena itu... aku… heii? Oh, benar! Wanita muda yang pingsan itu!" Tiba-tiba Liu Yang Kun berseru kaget. Dahinya berkerut, matanya bersinar-sinar, seakan-akan ingat sesuatu.

"Wanita muda...? Siapa dia? Apa maksud pangeran?" tentu saja Souw Lian Cu menjadi bingung.

"Benar! Tentu wanita muda itu yang menjadi Hantu Kuntilanak! Ingat aku sekarang! Dia menggendong bayi kecil yang masih merah! Oh, nona Souw... sungguh berbahaya! Marilah kita ke rumah Ui Ciang-bun (Ketua Ui)!" Liu Yang Kun berseru tertahan seraya menarik lengan Souw Lian Cu, diajak berlari ke rumah Ui Bun Ting.

"Pang... pangeran, aku tak... tak mengerti maksudmu! Aku tak melihat wanita muda itu di jurang sana. Dan aku... aku juga tak melihat pula... wanita calon isteri Hek-pian-hok Ui Bun Ting itu. Mengapa.... mengapa....?" sambil berlari Souw Lian Cu bertanya.

"Apakah nona tidak melihatnya ketika bertemu dengan Hong-lui-kun Yap Kiong Lee....?"

"Melihatnya? Ah! Aku hanya melihat Hong-lui-kun seorang saja! Pendekar istana itu tak bersama siapa-siapa...."

Liu Yang Kun menoleh dengan kaget. Dan kebetulan Souw Lian Cu juga sedang memandanginya, sehingga otomatis mata mereka bentrok satu sama lain. Liu Yang Kun cepat melepaskan pegangan tangannya. Wajahnya menjadi merah. Gadis itu tampak cantik sekali. Pipinya yang putih halus itu kelihatan merona merah karena dibawa berlari.

"Ahhhhhh...!" tiba-tiba Liu Yang Kun berdesah. Ia seperti merasa ada bara api yang menyala di dalam tubuhnya.

"Kau.... kau kenapa?" Souw Lian Cu menjerit kecil. Otomatis tangannya yang dilepas oleh Liu Yang Kun tadi menyambar ke depan untuk mencengkeram lengan pemuda itu kembali.

"Ini... ini... eh, tidak! Aku... aku tidak apa-apa. Marilah kita segera ke rumah Ui Bun Ting dulu! Sambil berjalan nanti kuceritakan semuanya!"

Dengan halus Liu Yang Kun melepaskan tangannya, kemudian bergegas mendahului berlari. Souw Lian Cu terpaksa berlari pula mengikutinya. Untunglah pemuda itu segera bercerita tentang Han Sui Nio dan wanita muda yang disangkanya Hantu kuntilanak itu, sehingga suasana yang kaku itu kembali normal kembali. Namun gadis ayu tidak tahu bahwa sebenarnya sambil bercerita Liu Yang Kun juga berusaha mati-matian untuk membunuh bara api yang nyaris membakar jiwa raganya itu.

Di perempatan jalan mereka berbelok ke kiri, menuju ke rumah Ui Bun Ting yang ada di ujung jalan tersebut. Tapi dari arah lain tiba-tiba terlihat dua sosok bayangan menuju ke tempat mereka. Tentu saja Liu Yang Kun dan Souw Lian Cu menjadi kaget. Sudah sekian lamanya mereka menerobos jalan-jalan dikota itu, ternyata baru sekarang mereka melihat orang. Dan orang itu tampaknya memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi pula.

"Nona Souw, berhati-hatilah. Ada orang datang. Mungkin mereka petugas keamanan kota. Tapi mungkin juga bukan."

Liu Yang Kun berbisik, kemudian bersama-sama Souw Lian Cu mengendorkan langkahnya. Namun yang terjadi kemudian benar-benar di luar dugaan mereka, apalagi untuk Liu Yang Kun! "Ko-ko...?" terdengar salah seorang dari kedua bayangan yang datang itu memanggil kepada Liu Yang Kun. Suara seorang wanita muda.

"Pangeran Liu Yang Kun? Benarkah dia itu suamimu?" bayangan yang lain segera menyahut pula. Kali ini suara lelaki, lelaki yang sudah berumur.

Kalau pada saat itu ada petir menyambar, mungkin Liu Yang Kun tidak akan sekaget mendengar suara itu. Begitu kagetnya pemuda itu, sehingga untuk sesaat ia justru menjadi bengong di tempatnya. Matanya terbeliak memandang ke arah Tiauw Li Ing dan Lo-sin-ong yang tiba-tiba telah berdiri di depannya.

"Li Ing...!" desahnya hampir berbisik.

Kedua sosok bayangan itu memang Tiauw Li Ing dan Lo-sin-ong adanya. Kedatangan mereka di larut malam buta itu benar-benar beruntung sekali. Sebab begitu datang mereka langsung dapat berjumpa dengan orang yang mereka cari. Maka tak mengherankan bila Tiauw Li Ing segera menghambur dengan suka citanya ke depan Liu Yang Kun.

Tapi wajah gadis bajak laut itu segera berubah masam dan keruh begitu memandang Souw Lian Cu yang ada di samping 'suaminya'. Tentu saja gadis itu takkan lupa kepada gadis buntung yang berwajah sangat ayu itu. Oleh karena itu pandangannya segera berubah curiga kepada Liu Yang Kun. Curiga dan cemburu!

"Kau....?" Souw Lian Cu terdengar menggeram pula begitu melihat siapa yang datang. Gadis ini tak mungkin lupa pula kepada Tiauw Li Ing yang telah membunuh Keluarga Chu Seng Kun si ahli pengobatan itu.

"Kau...!" Tiauw Li Ing balas menggeram. Giginya terkatup rapat, sedangkan matanya menantang liar dan ganas.

"Pembunuh keji! Lihat pembalasanku!" sesaat kemudian Souw Lian Cu telah menyerang sambil menjerit keras sekali.

Tiauw Li Ing yang sedang dibakar api cemburu itu segera membalas pula dengan tidak kalah garangnya. Kedua tangannya yang telah memegang kipas besar dan kipas kecil itu segera menyambar nyambar pula untuk melayani serbuan lawannya. Sementara Lo-Sin-ong yang datang bersama dia tadi cepat pula menepi untuk menjaga segala kemungkinan. Semuanya berjalan dengan cepat dan di luar dugaan Liu Yang Kun, sehingga pemuda itu baru menyadari apa yang terjadi setelah kedua wanita muda itu bertarung dengan seru.

"Ini… ini... ini... eh, Lo-cianpwe. Bagaimana... ini?" pemuda itu berseru gugup ke arah Lo-sin-ong.

"Hmh!" Lo-sin-ong mendengus pendek. "Inilah akibatnya! Pangeran telah pergi meninggalkan Li Ing tanpa pamit. Kini pangeran berjalan bersama seorang wanita lain. Isteri mana yang tidak marah melihat itu?"

"Tapi.... tapi aku... ah!" Liu Yang Kun berdesah bingung.

Liu Yang Kun benar-benar bingung dan tak tahu apa yang harus ia lakukan. Dia tak ingin Souw Lian Cu terluka atau kalah di dalam perkelahian ini, karena ia sangat membutuhkannya. Lahir dan batin. Ia sangat membutuhkan gadis ayu itu sebagai jalan untuk penyembuhan penyakitnya. Selain itu ia juga tak ingin kehilangan pula. Entah mengapa, diam-diam ia merasa sangat cocok dengan Souw Lian Cu.

Sebaliknya ia juga merasa kurang pada tempatnya bila ia membiarkan Tiauw Li Ing kalah atau cedera. Walaupun ia kurang menyukai wanita itu, tapi kenyataannya wanita itu adalah isterinya. Maka sungguh amat tidak lucu bila ia lebih memberatkan orang lain dari pada isterinya sendiri.

"Ahh.....! Hmmh, mengapa isteriku harus dia? Mengapa isteriku bukan nona Souw itu saja, sehingga aku tidak menjadi bingung karenanya?" Liu Yang Kun merintih di dalam hatinya.

Sementara itu perkelahian dua macan betina itu semakin lama semakin bertambah seru pula. Masing-masing telah mulai mengeluarkan ilmu-ilmu andalan mereka. Selain memainkan sepasang kipasnya, Tiauw Li Ing juga sudah mulai mempergunakan senjata-senjata rahasianya yang ampuh pula.

Tapi sebaliknya Souw Lian Cu juga sudah mengeluarkan ilmu warisan keluarganya pula. Meskipun tangannya tinggal sebuah saja, tapi tangan itu ternyata mampu melepaskan ilmu Tai-kek Sin-ciang maupun Tai-lek Pek-khong-ciang yang dahsyat itu. Walaupun ilmunya belum setinggi ayahnya, Hong gi-hiap Souw Thian Hai, namun ternyata juga sudah cukup untuk melayani serbuan kipas dan tembakan-tembakan senjata rahasia Tiauw Li Ing.

Ternyata suara pertempuran mereka yang berisik itu membangunkan pula para pemilik atau penghuni rumah di sekitar jalan tersebut. Meskipun mereka tidak berani keluar, namun secara sembunyi-sembunyi mereka mengintai juga dari balik pintu atau jendela rumah mereka. Dan rata-rata semuanya menjadi ketakutan menyaksikan bayangan Souw Lian Cu dan Tiauw Li Ing yang berkelebatan kesana-kemari seperti hantu itu.

Apalagi ketika mereka mendengar letupan atau desau angin pukulan yang menyambar-nyambar seperti amukan angin puting beliung itu. Bahkan sesekali mereka juga menyaksikan ledakan-ledakan kecil yang disertai tanah dan pasir yang berhamburan diantara kaki-kaki bayangan yang berkelebatan tersebut.

Bila diperbandingkan agaknya kepandaian Souw Lian Cu dan Tiauw Ling memang tidak terpaut banyak. Walaupun di dalam hal ilmu silat Souw Lian Cu tampak lebih unggul, namun demikian keunggulan itu ternyata juga tak berarti banyak pula. Sebab untuk menutupi kekurangannya itu Tiauw Li Ing segera mengeluarkan pula keahliannya dalam melepas senjata rahasia. Bahkan untuk sementara cara-caranya yang aneh dalam melepas senjata rahasia itu sempat membikin bingung Souw Lian Cu malah.

Demikianlah untuk menghindari serangan senjata rahasia Tiauw Li Ing yang selalu berkelebatan mengancam dirinya itu, Souw Lian Cu setiap saat harus berloncatan mundur menjauhi Tiauw Li Ing. Sehingga akhirnya pertempuran mereka bergeser terus tanpa terasa. Selangkah demi selangkah pertempuran itu bergeser mendekati rumah Hek-pian-hok Ui Bun Ting.

Dan rumah Ui Bun Ting sendiri ternyata masih terang-benderang, biarpun semua pintu dan jendela sudah tertutup rapat, namun di ruang tengah masih terdengar suara percakapan orang. Bahkan dari dekat suara percakapan itu terdengar riuh dan ramai, menandakan bahwa yang sedang bercakap-cakap di dalam ruangan itu tentu lebih dari empat atau lima orang.

Sebenarnyalah bahwa di dalam ruangan itu masih berkumpul seluruh keluarga Ui Bun Ting. Bahkan diantara mereka duduk pula Si Pendeta Palsu Dari Teluk Po-hai Han Sui Nio dan Han Tui Lan yang tadi diselamatkan Liu Yang Kun dari tangan Giok-bin Tok-ong. Sambil menggendong bayinya sesekali Tui Lan menjawab pertanyaan orang-orang yang ada di dalam ruangan itu.

"Jadi.... kaukah yang disebut-sebut orang sebagai Hantu Kuntilanak itu, nak?" Ui Bun Ting bertanya kepada Tui Lan.

"Benar,.... Anakku ini telah diculik dan dibawa pergi oleh Bu-tek Sin-tong. Katanya anakku ini akan dijadikan pewaris ilmunya kelak. Tentu saja aku tidak boleh. Tapi aku tidak bisa menandingi gin-kangnya sehingga aku kehilangan jejaknya. Namun aku terus memburunya. Setiap ada tangis bayi aku tentu singgah untuk menengoknya. Siapa tahu bayi itu anakku. Tapi ternyata ulahku itu diterima salah oleh orang...." Tui Lan menjawab sambil menerawang jauh.

"Ya, kau dianggap Hantu Kuntilanak karena setiap bayi yang kau tengok tentu mati."

"Sebenarnya bukan demikian. Aku sama sekali tak berbuat apa-apa terhadap bayi-bayi itu. Mereka memang mati karena penyakit. Tampaknya ada penyakit menular yang berjangkit di kalangan anak-anak di daratan pantai timur ini. Tapi sulit untuk memberi pengertian kepada orang-orang itu. Mereka cenderung untuk lebih mempercayai kabar bohong tentang Hantu Kuntilanak itu. Dan kebetulan pula aku sedang mencari hilangnya anakku ini...."

"Benar! Lan-ji (anak Lan)...! Kau memang hanya menjadi korban dari khabar bohong itu. Semuanya memang serba kebetulan. Seperti halnya pertemuan kita ini...!" Han Sui Nio membenarkan ucapan Tui Lan.

"Ya... semuanya memang serba kebetulan. Rasa-rasanya kisah kita ini seperti kisah di dalam sandiwara saja. Sebelumnya aku juga tak menyangka kalau aku akan bisa bertemu dengan kau lagi..." Ui Bun Ting menyambung perkataan calon isterinya. "Bahkan aku juga tak mengira kalau kau sudah punya anak dan cucu pula. Hmm, tapi semua itu tak menjadi soal bagiku. Bagiku, Tui Lan juga sudah kuanggap seperti anakku sendiri. Sama sekali aku tak akan mempersoalkan, apakah dia anak Ang-leng Kok-jin ataukah anak Giok-bin Tok-ong. Yang penting bagi aku sekarang adalah kita berkumpul sebagai keluarga baru yang berbahagia! Bukankah begitu, Sui Nio? Lan-ji...?"

Tui Lan saling pandang dengan wajah cerah dan bahagia bersama ibunya. Ibu yang sejak kecil ia anggap sebagai guru. Guru yang keras dan bengis dalam mendidiknya. Tapi sekarang Tui Lan tahu, mengapa guru atau ibunya itu bersikap demikian. Dan semua itu membuat hati Tui Lan semakin bersimpati terhadap ibunya.

Demikianlah, tampaknya di dalam pertemuan mereka malam itu, baik Han Sui Nio maupun Ui Bun Ting telah saling berterus-terang terhadap Tui Lan, sehingga gadis itu menjadi tahu sejarah hidupnya. Juga sejarah hidup Ui Bun Ting, calon ayah tirinya. Dan gadis itu tampaknya juga sangat bergembira melihat kebahagiaan ibunya. Baru kali ini ia melihat sinar cerah di wajah gurunya, atau ibunya, yang dijuluki orang Si Pendeta Palsu Dari Teluk Po-hai itu.

Namun sebaliknya Tui Lan sendiri tampaknya belum mau berterus-terang seperti mereka. Hal itu terlihat ketika ibunya masih saja bertanya tentang suami atau ayah dari anak yang digendongnya itu.

"Masakan sudah menjadi suami-isteri selama berbulan-bulan di lorong gelap seperti itu suamimu belum juga mau menyebut nama dan asal-usulnya?"

Tapi pertanyaan Han Sui Nio itu segera dipotong oleh Ui Bun Ting. Ketua Partai Tiam-jong-pai itu juga melihat kejanggalan cerita anak tirinya, namun demikian sebagai orang yang telah arif ia segera bisa meraba bahwa tentu ada sesuatu yang masih dianggap rahasia oleh Han Tui Lan. Dan ia tak ingin calon isterinya itu tetap terus mendesakkan pertanyaannya.

"Ah, Sui Nio.... sudahlah! Mengapa kau masih tetap belum percaya juga kepada Lan-ji? Kalau memang demikian halnya, mau apa lagi....? Apalagi menurut Lan-ji suaminya itu sudah mati. Dia tidak ikut terselamatkan oleh arus air yang membawanya ke Danau Tai-ouw itu. Nah! Tidak baik mencerca orang yang sudah mati, bukan?"

"Aaah!" Han Sui Nio berdesah perlahan. "Maafkan ibu, Lanji....!" Kata wanita tua itu kemudian kepada Tui Lan.

Tui Lan tertunduk sendu. Matanya berkaca-kaca. Sekejap terbayang wajah Liu Yang Kun, suaminya. Apalagi ketika terpandang olehnya wajah Chu Siok Eng, bayinya yang mungil itu. Wajah itu persis wajah ayahnya, bulat panjang dan berdagu runcing, sehingga wajah mungil itu tampak cantik sekali. Ah... betapa akan bangganya suaminya bila dapat melihat si mungil ini, desahnya di dalam hati.

"Ada suara perkelahian di jalan!" tiba-tiba Ui Bun Ting berseru kaget.

"Eh…? Siapa?" Tui Lan dan ibunya, Han Sui Nio, berseru pula. Dan kegugupan mereka ini segera diikuti pula oleh kepanikan para keluarga Ui yang lain. Semuanya segera menjadi pucat ketakutan. Perasaan takut dan ngeri yang diciptakan oleh Giok-bin Tok-ong ketika menculik Han Sui Nio siang tadi masih melekat di benak mereka.

Ui Bun Ting bangkit berdiri, tapi Han Sui Nio cepat menahannya. "Kesehatanmu belum pulih. Kau jangan keluar dulu. Biarlah aku saja yang melihat." Pendeta Palsu Dari Teluk Po-hai itu berkata.

"Tapi,….. itu sangat berbahaya bagimu! Siapa tahu Giok-bin Tok-ong datang lagi?" Ui Bun Ting mencegah niat calon isterinya itu pula.

Tiba-tiba Tui Lan maju ke depan. Sambil menyerahkan anaknya kepada ibunya, ia berkata, "Biarlah aku saja yang melihat keluar! Kalaupun diantara mereka itu memang ada Giok-bin Tok-ong, sungguh kebetulan sekali! Aku akan berbicara dengannya! Berbicara yang banyak sekali,...."

Han Sui Nio cepat menerima cucunya. Tapi di lain pihak tangannya yang lain cepat menahan lengan Tui Lan pula. "Jangan! Kalau Giok-bin Tok-ong benar-benar datang, kau akan dibunuhnya! Dia telah bertekad untuk membunuh semua keturunannya! Dia tak ingin punya anak! apalagi anaknya itu seorang perempuan. Kau tidak boleh....oh!" katanya gugup.

Namun dengan tenang Tui Lan menjawab, "Jangan khawatir, ibu. Ayah tak akan membunuh aku. Aku sudah beberapa kali berjumpa dengan dia sebelum aku terperosok ke dalam gua di bawah tanah itu. Dia justru lari ketakutan bila kusebutkan nama julukan ibu pada waktu itu."

"Tapi... Lan-ji, kau tak tahu jalan pikiran ayahmu itu. Dia benar-benar seorang iblis yang bisa membunuh darah-dagingnya sendiri. Kau...?"

"Benar, lan-ji. Kau jangan membahayakan dirimu sendiri. Sudahlah! Lebih baik kita semua tidak usah keluar melihat keributan di luar itu! Kita bertahan saja di dalam rumah." Ui Bun Ting turut mencegah niat Tui Lan.

Tapi Tui Lan sudah tidak bisa dicegah lagi. Bayangan tentang kedatangan ayahnya itu justru menambah keinginannya untuk keluar malah. "Ayah! Ibu! Kau tidak usah mengkhawatirkan aku. Kalaupun Giok-bin Tok-ong ingin membunuh aku, emm... rasanya juga tidak gampang! Aku bisa menjaga diri. Nah, aku keluar dulu."

Kemudian tanpa mengindahkan lagi cegahan ibunya, Tui Lan 'terbang' ke pintu. Membukanya, dan selanjutnya lenyap di dalam kegelapan malam. Han Sui Nio dan Ui Bun Ting hanya mampu saling pandang dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Bukan main! Anak-anak muda sekarang memang hebat-hebat kepandaiannya! Rasanya kita memang tak perlu mengkhawatirkan keselamatannya andaikata yang datang itu bukan tokoh semacam Giok bin Tok-ong...." Ui Bun Ting berdesah kagum.

"Ya! Kuharap saja yang datang itu bukan tokoh semacam Giok-bin Tok-ong." Han Sui Nio mengiyakan lalu membawa bayi itu ke dalam dan menidurkannya.

Memang yang datang itu bukanlah Giok-bin Tok-ong. Suara perkelahian itu adalah suara perkelahian Souw Lian Cu melawan Tiauw Li Ing, yang telah bergeser sampai di tempat tersebut. Keduanya masih bertarung dengan amat serunya. Dan oleh karena jalan di depan rumah Ui Bun Ting itu lebih besar serta luas, maka pertempuran mereka seolah-olah telah mendapatkan tempat yang cocok. Souw Lian Cu agak lebih leluasa untuk berputar-putar mengelilingi lawannya sehingga otomatis pertarungan itu berhenti di tempat tersebut.

Lo-sin-ong dan Liu Yang Kun masih tetap juga mengikuti perkelahian itu dari jarak empat atau lima tombak. Dan Liu Yang Kun masih tetap juga tak tahu apa yang harus ia lakukan untuk menghentikan perselisihan itu. Perasaannya masih tetap bingung. Demikian kalutnya perasaan Liu Yang Kun sehingga dia tak menyadari kehadiran Tui Lan di dekat arena pertempuran Souw Lian Cu dan Tiauw Li Ing itu. Pemuda itu baru sadar ketika Lo-sin-ong menggamitnya.

"Pangeran....? Siapakah yang datang mendekati pertempuran? Aku seperti mendengar desah suara napas seseorang," orang tua itu berbisik.

"Hah? Eh-oh... ya, yaa.... ada seorang wanita muda berdiri di pinggir jalan. Tapi... tapi dia hanya menonton dan tidak berbuat apa-apa."

Lo-sin-ong mengangguk-anggukkan kepalanya. "Hemm... aneh benar! Mengapa justru wanita yang keluar dari rumahnya?"

Sementara itu Tui Lan melirik pula ke tempat Liu Yang Kun dan Lo-sin-ong berdiri. Tapi karena udara sangat gelap, maka ia hanya bisa melihat bayangan mereka saja. Sungguhpun apabila ia menginginkan, ia dapat mengerahkan 'kemampuannya' untuk melihat mereka dengan jelas.

Namun karena yang lebih menarik perhatiannya adalah pertempuran yang berlangsung di depannya itu, maka ia menjadi kurang menaruh perhatian. Apalagi Tui Lan juga hanya menduga bahwa mereka itu cuma penduduk yang keluar untuk menyaksikan keributan tersebut, seperti halnya dirinya itu.

"Oonoh...? Souw li-hiap? Souw in-kong, kaukah itu?" tiba-tiba gadis itu menjerit kaget begitu mengenali wajah Souw Lian Cu, yang pernah menyelamatkan nyawanya itu.

Bahkan yang juga menyelamatkan nyawa anaknya pula. Lalu tanpa berpikir panjang lagi Tui Lan menghambur ke dalam pertempuran untuk membantu dewi penolongnya itu. Dengan telapak tangan kanannya yang terbuka Tui Lan mendorong ke arah Tiauw Li Ing, sementara tangan kirinya siap melancarkan serangan yang lain apabila lawannya itu tidak mau mundur.

Tapi jeritan Tui Lan dan kemudian kedatangannya yang mendadak di dalam arena itu ternyata juga sangat mengejutkan, serta sekaligus juga menggoyahkan konsentrasi Souw Lian Cu. Padahal pada saat itu Tiauw Li Ing juga sedang melepaskan senjata rahasia segitiga bintangnya.

Senjata rahasia terbentuk bintang berkaki tiga dan berjumlah enam buah itu menyambar dari balik kipas Tiauw Li Ing dalam formasi berurutan yaitu meluncur berjajar seperti halnya kelompok burung bangau yang terbang berbarengan di udara.

"Ci-ci Tui Lan, kau…? Eh, awas! Iblis wanita ini lihai sekali! Kau jangan... aduuuh!" tiba-tiba Souw Lian Cu memekik kesakitan. Sebuah dari senjata rahasia yang menyambar itu menembus lengan tunggalnya. Persis di atas siku, sehingga otomatis lengan itu menjadi lumpuh dan tak bisa dipergunakan lagi untuk melawan. Dan selanjutnya Souw Lian Cu hanya mampu menghindar berloncatan atau menyerang dengan kedua kakinya.

"Souw Li-hiap...!" sekali lagi Tui Lan menjerit seraya menarik telapak tangannya yang dipakai untuk mendorong tadi, untuk kemudian melompat mengejar Tiauw Li Ing yang terus mendesak Souw Lian Cu.

Tui Lan tidak tahu bahwa pada saat yang bersamaan Liu Yang Kun juga berteriak tertahan pula menyaksikan nasib Souw Lian Cu itu. Hanya saja pemuda itu tak bisa segera menolong karena dengan cepat lo-sin-ong telah menahan tubuhnya. Dengan dalih bahwa tak selayaknya bila ia membantu lawan isterinya, orang tua itu mencegah dia untuk turun ke arena.

"Ingat, pangeran! Kau tidak boleh memusuhi isterimu sendiri! Biarkanlah mereka bertarung sepuasnya, agar isterimu puas, karena semua ini juga akibat dari perbuatanmu sendiri!" orang tua itu menasehati.

"Tapi Lo-cianpwe, dia.... dia...?"

"Jangan khawatir, pangeran! Kawan wanitamu itu takkan mati! isterimu bukanlah seorang pembunuh! Dia anak yang baik! Anak... yang baik...! Percayalah!" orang tua itu memotong lagi dengan ucapan yang pasti, biarpun suaranya seperti gemetar dan kurang meyakinkan.

Sementara itu Tiauw Li Ing menjadi kaget sekali ketika tiba-tiba ada bayangan lain yang memotong di depannya. Otomatis ia menangguhkan langkahnya untuk mengejar Souw Lian Cu. Dengan hati penasaran karena maksudnya untuk membunuh Souw Lian Cu menjadi terhalang, ia melotot sambil bertolak pinggang.

"Kurang ajar! Siapa berani mengganggu permainanku?" pekiknya tinggi.

"Hmh! Inilah aku! Tui Lan dari Teluk Po-hai! Aku adalah teman dari Souw li-hiap! Aku minta jangan kau ganggu dia! Pergilah...!"

Tiauw Li Ing tersentak melihat keberanian Tui Lan. Tapi sekejap kemudian dia malah tertawa gembira. Gadis itu merasa telah mendapatkan kelinci pemainan yang lebih menyenangkan malah. Sementara itu dengan wajah pucat karena kesakitan Souw Lian Cu mendekati Tui Lan. Wajahnya masih menampilkan perasaan herannya melihat kehadiran Tui Lan di tempat itu.

"Ci-ci, kau....? Dimana puterimu itu....? Apakah kau sudah pulang ke Teluk Po-hai?"

"Belum, li-hiap. Anakku diculik orang, sehingga waktuku banyak terbuang untuk mencarinya. Tapi sekarang sudah kutemukan kembali. Malahan aku sudah berjumpa pula dengan guruku. Bahkan guruku itu ada di sini sekarang. Dia di dalam rumah seberang itu bersama anakku...." Tui Lan menunjuk ke rumah Ui Bun Ting yang masih terang benderang. Kemudian katanya lagi.

"Lalu... siapa perempuan ini, li-hiap? Mengapa kau berkelahi dengannya?"

Souw Lian Cu menggeretakkan giginya. Tanpa melepaskan kewaspadaannya gadis ayu itu memberi peringatan kepada Tui Lan. "Hati-hatilah, ci-ci! Inilah orangnya, jika ci-ci ingin tahu siapa yang telah membasmi keluarga Chu itu! Kepandaiannya hebat sekali! Oleh karena itu minggirlah! Biarlah aku saja yang melawannya. Dia terlalu berbahaya bagimu!"

Tak terduga keterangan itu justru menyulut api kemarahan di dada Tui Lan! "Apa...? Jadi perempuan inikah yang telah membunuh Chu in-kong dan isterinya yang berbudi itu? Ah, sungguh kebetulan sekali! Kita dapat membalaskan dendam itu sekarang...!"

"Ci-ci, jangan...! Dia bukan lawanmu! Akupun sudah terluka pula olehnya! Kita tak bisa melawannya! Lebih baik kau pergi saja! Dia masih mempunyai dua orang kawan lagi yang belum turun ke arena. Lihat...! Disana masih ada guru dan suaminya!"

Tapi api kemarahan benar-benar telah membakar seluruh dada Tui Lan. Tanpa menoleh sedikitpun Tui Lan tertawa dingin. "Li-hiap! Aku tak peduli dengan siapa dia datang! Dengan suaminya, gurunya, bahkan dengan Kakek gurunyapun aku takkan mundur! Kau tunggulah saja di pinggir, aku akan menghadapinya!" geram Tui Lan keras.

"Ci-ci....?"

"Hi-hi-hi, bagus... bagus! Kau sungguh bersemangat dan menyenangkan. aku sangat senang mendapatkan lawan seperti kamu!" Tiauw Li Ing tertawa semakin gembira. Kemudian sambungnya pula. "tapi... sebelum mati, kau sebutkan dulu namamu! Dan apa hubungannya denqan keluarga Chu itu!"

"Sudah kukatakan tadi, namaku Tui Lan! Han Tui Lan! Akulah orang yang kaukejar-kejar dari danau Tai Ouw sampai ke rumah Keluarga Chu itu. Akulah orangnya yang dilindungi oleh keluarga Chu itu sehingga kau tega membasmi keluarga itu!"

Tiauw Li Ing tersentak kaget. "Ah, jadi... kaukah perempuan yang dibawa oleh kakek pencari kayu itu? Oh... sungguh kebetulan sekali kalau begitu. Kami sekeluarga dari Lautan Timur memang selalu mencari-cari kau, karena kau kami anggap mempunyai hubungan dengan binatang langka Ceng-liong-ong itu. Nah, sekarang katakan kepadaku. Bagaimanakah dengan binatang langka itu? Kalau masih hidup, dimana dia sekarang? Tapi kalau sudah mati, dimana pula barang-barang peninggalannya? Lekas katakan!"

"Ci-ci, pergilah... Jangan berkeras kepala di sini! Ingatlah puterimu! Biarlah aku saja yang menghadapinya...." Souw Lian Cu berusaha mencegah niat Tui Lan untuk melawan Tiauw Li Ing yang ganas.

Tapi Tui Lan tetap teguh pada pendiriannya. Dengan tangkas ia melepaskan diri dari pegangan tangan Souw Lian Cu, kemudian menerjang ke arah Tiauw Li ing.

Wuuuuuusss....! Kedua telapak tangannya mendorong kedepan sehingga menimbulkan hembusan angin yang sangat besar! Dan hembusan angin itu menghantam tubuh Tiauw Li Ing dengan kuatnya!

Namun dengan gesit pula Tiauw Li Ing melompat menghindar. Biarpun gadis itu tidak memandang sebelah mata kepada Tui Lan, tapi perasaannya juga mengatakan bahwa dia perlu berhati-hati pula. Selanjutnya mereka lalu saling serang dan saling terjang dengan hebatnya. Souw Lian Cu tak bisa mencegah lagi.

Terpaksa dengan perasaan was was gadis bertangan buntung itu bersiap siaga untuk menyelamatkan Tui Lan, apabila pada suatu saat temannya itu terjerumus ke dalam kesulitan. Sama sekali ia tak menyangka bahwa temannya itu justru memiliki ilmu kepandaian yang lebih tinggi daripada dia. Baru setelah beberapa jurus kemudian gadis buntung itu menjadi kaget. Apalagi ketika kemudian ia seperti mengenali jurus-jurus ilmu silat yang dikeluarkan oleh Tui Lan.

Dan rasa kaget tersebut ternyata juga tidak hanya dia yang merasakannya. Ternyata Liu Yang Kun pun ikut merasakannya pula. Meskipun pemuda itu sudah tidak ingat lagi akan jurusjurus ilmu silatnya, namun nalurinya segera mengatakan bahwa gerakan-gerakan yang dilakukan oleh lawan isterinya itu sama dengan miliknya.

Demikianlah pada saat itu Tui Lan memang memainkan Pat-hong Sin-ciang. Maka tidaklah mengherankan apabila Souw Lian Cu maupun Liu Yang Kun merasa seperti mengenalinya. Sebagai keturunan Keluarga Souw yang memiliki hubungan khusus dengan tokoh Bit-bo-ong sedikit banyak Souw Lian Cu pernah melihat atau diberi tahu oleh ayahnya tentang ilmu-ilmu warisan Bit-bo-ong.

"Ilmu silat ci-ci Tui Lan itu seperti... seperti ilmu silat warisan Bit-bo-cng. Aah... mengapa dia bisa memainkannya? Dari mana ci-ci Tui Lan mempelajarinya? Ataukah didunia ini ada ilmu silat lain lagi yang gerakannya mirip ilmu silat warisan Bit-bo-ong?" Souw Lian Cu membatin.

Sementara itu Liu Yang Kun pun menjadi sibuk pula pikirannya. "Heran! Rasa-rasanya aku tahu semua gerakannya. Hmm... jangan-jangan dia mempunyai hubungan perguruan dengan aku. Siapa dia sebenarnya...?"

Lima belas jurus segera berlalu. Bahkan duapuluh juruspun akhirnya juga telah berlangsung dengan cepat. Tui Lan tetap bertangan kosong, sementara Tiauw Li Ing juga masih melawannya dengan kipas bajanya. Hanya saja, semakin lama mereka semakin meningkatkan tingkat kemampuan mereka masing-masing. Secara perlahan namun pasti Tui Lan meningkatkan pengerahan tenaga dalamnya. Begitu pula halnya dengan Tiauw Li Ing. Sehingga akhirnya mereka berdua benar-benar berada di dalam kondisi puncak kemampuan masing-masing.

Pat-hong Sin-ciang memang merupakan ilmu iblis yang dahsyat dan mengerikan. Meski ilmu silat itu dimainkan oleh seorang wanita lembut semacam Tui Lan, namun pengaruhnya ternyata masih tetap saja mendebarkan dan menakutkan. Semakin kuat Tui Lan mengerahkan tenaga dalamnya, maka menjadi semakin kuat pula daya cekam serta daya pengaruh magisnya.

Dengan Bu-eng Hwe-tengnya yang hampir sempurna, bayangan Tui Lan berkelebatan mengeliIingi lawannya. Dan setiap ada kesempatan Tui Lan selalu menekan, mendesak dan menyerang Tiauw Li Ing dari segala arah. Akibatnya di dalam arena itu lambat-laun seperti ada semacam kekuatan besar yang menghimpit Tiauw Li Ing dari segala penjuru.

Bahkan beberapa waktu kemudian di dalam arena itu seperti timbul semacam kekuatan aneh yang mampu mempengaruhi pikiran dan perasaan orang yang melihatnya. Karena Iwee-kang Tiauw Li Ing memang lebih rendah setingkat bila dibandingkan dengan Tui Lan, maka pengaruh serta tekanan Pat-hong Sin-ciang tersebut lambat-laun semakin terasa menghimpit dan menyesakkan dada Tiauw Li Ing.

Bahkan pengaruh magis yang ditimbulkan oleh ilmu warisan Bit-bo-ong tersebut juga mulai menyentuh pula perasaan dan pikiran Tiauw Li Ing. Selain merasa sesak dan sulit bergerak Tiauw Li Ing juga mulai terpengaruh oleh gerakan-gerakan maupun suara-suara aneh yang dilagukan Tui Lan. Misalnya saja Tiauw Li Ing mulai terhanyut pula oleh bayangan-bayangan Tui Lan yang pergi datang seperti setan di sekeliling dirinya itu.

Selain itu Tiauw Li Ing juga mulai terpengaruh oleh suara angin pukulan atau hembusan angin berputar yang ditimbulkan oleh gerakan tubuh Tui Lan. Suara-suara itu lambat-laun seperti suara manusia yang tertawa atau mendengus mengejek Tiauw Li Ing. Semakin lama semakin ribut, seolah-olah di luar arena itu menjadi semakin banyak penonton yang mencemooh dan mengejek kekalahan Tiauw Li Ing.

Maka Tiauw Li Ing pun akhirnya menyadari keadaannya. Ternyata lawan yarg dia anggap enteng tersebut memiliki ilmu yang sangat mengerikan malah. Oleh karena itu sebelum dirinya benar benar jatuh dalam kesulitan, maka Tiauw Li Ing lalu mengeluarkan kantung senjata rahasianya. Seperti yang dia lakukan terhadap Souw Lian Cu tadi, ia lalu memberondong lawannya dengan peluru-peluru rahasianya...

Jilid selanjutnya,
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.