Memburu Iblis Jilid 34

Sonny Ogawa

Memburu Iblis Jilid 33 karya Sriwidjono - Demikianlah, setelah menunggu sejenak Giok-bin Tok-ong pun lalu menyerang lagi. Seperti yang dia lakukan terhadap Souw Thian Hai tadi, maka sekarangpun kakek iblis itu mempergunakan pukulannya yang berbau wangi. Whuuuuus! Bau harum mewangi menyebar dari telapak tangan Giok-bin Tok-ong! Bau harum yang disertai hembusan angin berputar yang amat kuat.

Liu Yang Kun tergagap kaget. Namun demikian dengan cepat tubuhnya berkisar ke samping, hingga angin pukulan Giok-bin Tok-ong gagal mengenai dirinya. Kemudian dengan jurus Membelah-Laut-Memutar-Kemudi pemuda itu balas menyerang Giok-bin Tok-ong. Sambil menyerang pemuda itu tetap waspada. Matanya selalu melirik terus ke tangan Giok-bin Tok-ong yang menggenggam pek-lek-tan.

Demikianlah pertempuran berlangsung kembali dengan sengitnya. Masing-masing mengeluarkan jurus-jurus simpanannya. Mereka bertempur dengan tangkas dan cepat sehingga sebentar saja sepuluh jurus telah berlalu. Giok-bin Tok-ong mulai cemas. Apa yang dinantikannya tak kunjung terlaksana. Liu Yang Kun tetap segar-bugar. Sama sekali tak terlihat kalau pemuda itu terkena pengaruh racun sian-hwa-tok.

"Sungguh gila! Tampaknya bocah ini kebal terhadap racun sian-hwa-tok! Satu-satunya jalan kini tinggal pek-lek-tan saja!" Giok-bin Tok-ong menggerutu. Hatinya panas bukan main sehingga tangannya yang memegang pek-lek-tan mulai gemetaran.

"Nah! Kulihat kau sudah mulai gemetar ketakutan. Apakah kau sudah mulai berpikir untuk menyerah atau melarikan diri?" Liu Yang Kun sengaja mengejek agar supaya lawannya semakin menjadi marah dan lengah.

Benar juga. Ejekan itu benar-benar membuat Giok-bin Tokong tak bisa mengendalikan diri lagi. Tanpa mempergunakan akal atau tipu muslihat lagi, kakek iblis itu lalu melontarkan pek-lek-tannya. Yap Kiong Lee, Souw Thian Hai dan Souw Lian Cu terkesiap. Otomatis mereka berloncatan menjauhi arena.

Bahkan mereka melompat memasuki halaman rumah keluarga Ui Bun Ting. Untuk itu Yap Kiong Lee terpaksa harus memberi bantuan kepada Souw Thian Hai, karena pendekar sakti itu tak mampu meloncat lagi dengan baik. Racun Sian-hwa-tok itu seolah-olah telah melumpuhkan urat-uratnya.

Bersamaan dengan mendaratnya kaki mereka di dalam tembok halaman rumah keluarga Ui Bun Ting, maka terdengarlah suara ledakan yang menggetarkan seluruh isi kota itu. Semburan debu dan tanah tampak menjulang tinggi ke udara. Tembok halaman rumah Ui Bun Ting yang terbuat dari susunan batu-bata merah itu bagaikan didorong oleh kekuatan yang maha dahsyat! Terdengar suaranya yang gemuruh ketika tembok itu roboh ke dalam!

Demikianlah beberapa saat lamanya tempat itu menjadi gelap-gulita oleh debu dan asap yang tersebar kemana-mana. Sebaliknya di dalam kegelapan itu mulailah terdengar suara jerit dan tangis dari penduduk yang tinggal di sekitar tempat tersebut. Mereka berlarian keluar rumah untuk menyelamatkan diri. Mereka menyangka ada gempa bumi yang hendak menghancurkan rumah tinggal mereka.

Meski sudah berada di dalam tembok, namun daya hentak dari ledakan peluru Giok-bin Tok-ong tersebut masih tetap terasa oleh Yap Kiong Lee dan kawan-kawannya. Bahkan Souw Thian Hai yang keadaannya menjadi semakin lemah itu tampak terhuyung-huyung dan hampir terjatuh karenanya.

"Ayah...?" Souw Lian Cu cepat memapah ayahnya, kemudian dibawa duduk di emper bangunan samping pendapa. Pada saat itu pula tiba-tiba sebuah benda jatuh di samping mereka. Benda itu seakan-akan jatuh dari atas langit. Berdebam keras bersama percikan barang cair yang sedikit membasahi pakaian Souw Lian Cu.

"Lian Cu, apakah itu....?" Souw Thian Hai berseru kaget.

"Ah, paling-paling batu atau gumpalan tanah yang terlempar akibat ledakan ini...'' Yap Kiong Lee menyambung.

"Saya kira memang,... ah! Ayah!" mendadak Souw Lian Cu memekik keras sekali. Gadis itu menuding ke arah potongan kaki yang masih segar di dekatnya. Kemudian seperti orang yang terserang penyakit gatal gadis itu menggosok-gosok kulit dan pakaiannya yang terkena percikan barang cair tadi. Barang cair yang tidak lain adalah darah segar yang keluar dari potongan kaki tersebut.

"Potongan kaki…? Oh! Oh, Pangeran!" tiba-tiba Yap Kiong Lee terbelalak dan berdesah ketakutan. Bergegas pendekar dari istana itu melesat keluar, menerobos kepulan debu dan asap yang masih bertebaran di luar tembok halaman itu. Dalam waktu yang hampir bersamaan, melesat pula dibelakangnya tubuh Souw Lian Cu mengikutinya.

Ternyata keduanya mempunyai perasaan yang sama yaitu mengkhawatirkan nasib Liu Yang Kun. Mereka tinggalkan begitu saja Souw Thian Hai di halaman depan Ui Bun Ting. Karena gelap keduanya terperosok ke dalam lubang yang tercipta akibat letusan tadi. Meskipun tidak begitu dalam namun cukup membuat mereka kaget.

"Pangeran...! Pangeran…?" Yap Kiong Lee memanggil-manggil dengan gelisah. Tiada jawaban.

"Dia tidak ada di dalam kubangan ini..." Souw Lian Cu berbisik di telinga Yap Kiong Lee.

"Benar. Kita cari diluar arena...." Yap Kiong Lee mengangguk.

Mereka lalu melompat ke luar. Sementara itu tebaran debu dan asap yang menggelapkan bekas arena itu telah semakin menipis ditiup angin, sehingga mereka berdua mulai bisa menyaksikan keributan atau kegemparan penduduk yang berlarian di jalan raya itu.

"Ah... kota ini menjadi gempar! Penduduk dikanan kiri jalan ini menjadi ketakutan! Jangan-jangan tubuh Pangeran Liu yang Kun dan Giok-bin Tok-ong, yang terlempar dari arena ini, terinjak-injak oleh kaki mereka..." Yap Kiong lee berkata gemetar.

"Oh, jangan...!" bibir Souw Lian Cu tiba-tiba berdesah serak. Suaranya seperti tersekat di tenggorokan, sementara air matanya tiba-tiba juga meleleh membasahi pipinya.

Novel silat Mandarin karya Sriwidjono. Memburu Iblis Jilid 34

Yap Kiong Lee tertegun. Dahinya berkerut. Dipandangnya wajah Souw Lian Cu yang putih pucat itu beberapa saat lamanya. Mereka berdiri di bawah pohon peneduh-jalan yang hampir rontok seluruh daun-daunnya terkena angin ledakan tadi. Mereka terpaksa menepi karena semakin banyak orang yang keluar dari rumah dan berlarian di jalan itu.

"Nona Souw...? Nona menangis...?" Souw Lian Cu tersentak kaget. Dengan gugup gadis itu mengusap matanya.

"Yap Tai-hiap, aku...!" desahnya kikuk.

"Sudahlah, nona... Nona tak perlu bersedih dulu. Kita belum menemukan jenasah Pangeran Liu Yang Kun. Belum tentu Pangeran meninggal dunia. Mari kita cari sekali lagi!"

Souw Lian Cu menghela napas panjang. Kakinya melangkah ke tengah jalan lagi. Tapi baru dua tindak ia melangkah, tiba-tiba terasa ada setetes air yang jatuh membasahi ujung hidungnya. Sekejap gadis itu terperanjat. Ia menyangka air matanya menitik lagi. Namun ketika diusapnya air itu terasa liat dan berbau amis. Otomatis gadis itu melihat ke atas, ke dahan-dahan pohon yang hampir tak berdaun lagi. Dan tiba-tiba matanya terbeliak! Tangannya otomatis mencengkeram lengan Yap Kiong Lee pula!

"Yap Tai-hiap, lihat...! Tubuh siapakah yang tersampir di atas cabang itu? Jangan-jangan...!" jeritnya sesak.

"Uoooh!" Yap Kiong Lee berseru kaget pula. Pendekar dari istana itu lalu berkelebat ke atas dahan. Tangannya cepat menyambar tubuh manusia yang nyaris hancur di atas cabang pohon tersebut. Segumpal daging terlepas dari tubuh manusia itu dan jatuh ke bawah hampir menimpa Souw Lian Cu.

"Si-siapakah,... dia?" Yap Kiong Lee bergumam seraya meletakkan tubuh manusia yang tidak utuh lagi itu di hadapan Souw Lian Cu.

Mereka tidak segera bisa mengenali wajah manusia itu, karena hampir seluruh tubuh orang itu dibalut oleh gumpalan darah yang sudah mengental. Pakaian yang dikenakan orang itupun juga sudah hancur pula di sana-sini. Lengket dengan darah. Tiba-tiba tubuh yang sudah tidak keruan macamnya itu bergerak-gerak, sehingga tentu saja Yap Kiong Lee dan Souw Lian Cu kaget setengah mati! Keduanya cepat berloncatan mundur.

"Dia... dia… masih hi-hidup....?" Souw Lian Cu berteriak, namun suaranya seperti tersangkut dikerongkongannya, ngeri.

"Bangsat...! Kubunuh kau...! Ku... kubunuh kau!" bibir yang sudah robek dan tidak utuh lagi itu tiba tiba bergumam dengan suara yang kurang jelas. Kemudian tubuh itu tampak bergetar untuk beberapa saat, lalu terdiam kembali. Tampaknya sekarang benar-benar telah mati.

"Dia... dia… Giok-bin Tok-ong! Dia bukan Pangeran Liu Yang Kun!" mendadak Souw Lian Cu bersorak gembira.

"Benar. Nona benar. Tapi... tapi dimanakah Pangeran Liu Yang Kun?" Yap Kiong Lee berdesah gelisah.

"Aku ada di sini, Ciang-kun!!" Sebuah bayangan tiba-tiba melompat turun dari atas pohon itu pula. Sekejap saja Liu Yang Kun telah berdiri di depan mereka. Namun keadaan pemuda itu hampir tidak ada bedanya dengan keadaan Giok-bin Tok-ong. Pakaiannya nyaris hancur pula. Dan walaupun tubuh pemuda itu masih tampak utuh namun di sana-sini juga tampak luka-luka bakar dan lepotan-lepotan darah kental di sekujur tubuhnya. Bahkan rambutnya yang panjang itu sudah tidak bisa digelung lagi sekarang. Sebagian besar telah terbakar habis di dalam ledakan pek-lek-tan itu. Namun demikian pemuda itu masih dapat tersenyum kepada Souw Lian Cu.

"Nona Souw....?"

"Pangeran...." Tiba-tiba Souw Lian Cu menjadi malu. Mukanya tertunduk dalam-dalam.

Sementara itu di dalam kegembiraannya Yap Kiong Lee juga merasa khawatir pula menyaksikan keadaan Liu Yang Kun. "Pangeran, kau... kau terluka?"

"Tidak!! Cuma sedikit luka-bakar di tanganku. Pek-lek-tan itu memang benar-benar dahsyat. Mungkin tubuhku tadi akan hancur-lebur pula kalau aku tak lekas-lekas berlindung di belakang tubuh Giok-bin Tok-ong itu," dengan tenang Liu Yang Kun menjawab seraya mengawasi tubuh Giok-bin Tokong yang telah binasa itu.

"Berlindung di belakang tubuh Giok-bin Tok-ong,...?" Yap Kiong Lee bertanya bingung.

"Ya!" Liu Yang Kun mengangguk. "Sejak mula aku bertempur dengan dia, aku memang tak pernah melupakan kata-kata Hong-gi-hiap Souw Thian Hai, bahwa aku harus selalu menempel dia. Aku tak boleh terlalu jauh dari dia, agar dia tak berani melepaskan pelurunya. Kalaupun akhirnya ia nekad melepaskannya, maka dengan cepat pula aku dapat mengetahuinya. Itulah sebabnya aku tadi mengejek serta membakar hatinya, agar dia cepat-cepat melemparkan pelurunya tanpa perhitungan yang matang, sehingga aku dengan mudah dapat mematahkan."

"Bagaimana cara pangeran mematahkan lemparan pelurunya itu?" Yap Kiong Lee mendesak.

Liu Yang Kun tersenyum mengingat keberanian dirinya tadi. Keberanian yang sebetulnya sangat berbahaya bagi keselamatannya. Keberanian yang bisa merenggut nyawanya. "Untung-untungan aku tadi menepiskan peluru itu dengan kebutan lengan bajuku. Sementara itu lenganku yang lain cepat menyambar tubuh Giok-bin Tok-ong dengan ilmu Kimcia-ih-hoatku. Kuringkus tubuh orang tua itu dan kupergunakan sebagal perisai sehingga aku tidak langsung terkena daya-ledak dari pek-lek-tan itu...."

"Ooh, sungguh berbahaya sekali....!" Yap Kiong Lee berdesah lega, walaupun air mukanya menampilkan rasa ngerinya.

Sementara itu para petugas keamanan kota mulai berdatangan ke tempat itu. Mereka mulai mengatur orang-orang yang berlarian di tengah jalan dan menanyakan sebab-sebab keributan itu.

"Kita tak usah berurusan dengan mereka. Kita hindari saja mereka! Marilah. Biarlah para petugas keamanan itu yang mengurus mayat Giok-bin Tok-ong...!" Yap Kiong Lee cepat-cepat membisiki Liu Yang Kun dan Souw Lian Cu.

"Bagaimana dengan ayah?" Souw Lian Cu menukas. "Tentu saja kita menemuinya dahulu. Mari!"

Bergegas mereka bertiga meninggalkan tempat itu. Mereka bertiga menyeberang jalan dan masuk ke halaman rumah keluarga Ui Bun Ting. Souw Thian Hai masih tetap duduk di tempatnya. Pendekar besar itu segera berdiri menyambut mereka. Tampaknya dia telah berhasil mengatasi racun yang menyerang tubuhnya.

"Saudara Yap, bagaimana...? Apa yang telah terjadi?"

"Tidak apa-apa, Saudara Souw. Pangeran Liu Yang Kun selamat. Giok-bin Tok-ong sendirilah yang menjadi korban dari peluru mautnya itu. Sekarang kita semua harus cepat-cepat pergi dari tempat ini karena para petugas keamanan kota ini sudah mulai berdatangan kemari. Kita tak perlu berurusan dengan mereka."

"Tapi, bukankah kau bisa memberi keterangan kepada mereka?"

"Ya. Tapi terlalu banyak membuang waktu nanti. Apalagi aku sedang mengemban tugas penting sekarang. Marilah...! Lebih baik kita tinggalkan kota ini cepat-cepat!"

"Kemana...?" Souw Thian Hai bertanya.

"Tentu saja ke Cin-an! Bukankah Nyonya Souw berada di sana? Kita bawa Pangeran Liu Yang Kun ke sana agar segera mendapatkan pengobatan dari Nyonya Souw..."

"Oh...!" Souw Thian Hai berdesah sambil mengangguk-angguk.

"Tapi... tapi bagaimana dengan Ci-ci Tui Lan dan Ui Ciangbun?"

Souw Lian Cu menyela. "Apakah kita tidak berangkat saja bersama-sama dengan mereka? bukankah mereka juga akan kembali ke Cin-an pula?"

Yap Kiong Lee memandang Souw Lian Cu sekejap. "Nona. semakin cepat Pangeran Yang Kun memperoleh pengobatan akan semakin baik. Waktu kita tinggal sedikit saja, karena besok malam pesta perkawinan Ui Ciang-bun telah tiba. Pada saat itu semuanya akan menjadi sibuk sehingga Nyonya Souw juga tidak akan mempunyai banyak kesempatan lagi untuk mengobati Pangeran Liu Yang Kun. Akan tetapi apabila kita berangkat sekarang, maka sebelum tengah-hari besok kita akan sudah berada di Cin-an. Masih ada waktu beberapa saat untuk meminta Nyonya Souw untuk mengobati Pangeran Liu Yang Kun..." katanya kemudian.

Souw Lian Cu menundukkan kepalanya. Ia memahami jalan pikiran Yap Kiong Lee. Tapi ia juga tak bisa berpangku tangan begitu saja melihat keadaan Tui Lan, sahabatnya. Apalagi ia seperti melihat sesuatu yang aneh pada diri sahabatnya itu.

"Kalau begitu... kalau begitu... biarlah aku tinggal dulu disini. Aku akan segera menyusul bila cici Tui Lan sudah sehat. Boleh bukan?" gadis ayu itu akhirnya berkata seraya menoleh kepada ayahnya.

Sebenarnya Souw Thian Hai sendiri tak tega meninggalkan puterinya. Selain ia sendiri belum hilang rasa rindunya ia juga takut anaknya itu akan pergi meninggalkan dirinya lagi. Tapi di lain pihak pendekar sakti itu juga menyadari pula akan kepentingan Yap Kiong Lee, sahabatnya itu. Tanpa dirinya mungkin Chu Bwee Hong takkan bersedia mengobati Liu Yang Kun.

Apa boleh buat. Pendekar besar itu terpaksa mengorbankan kepentingan pribadinya dahulu. Apalagi kalau diingat bahwa pertemuan dengan puterinya itu juga atas jasa Yap Kiong Lee pula. Oleh karena itu dengan berat hati terpaksa Souw Thian Hai meluluskan permintaan puterinya untuk tinggal lebih dahulu di kota itu.

"Tapi kau harus cepat-cepat menyusul aku ke kota Cin-an!" pesan pendekar sakti itu tegas.

Demikianlah. Yap Kiong Lee bersama Liu Yang Kun berangkat ke kota Cin-an dengan Hong-gi-hiap Souw Thian Hai. Mereka bertiga menerobos keributan orang-orang di jalan-raya yang ketakutan akibat ledakan peluru pek-lek-tan tadi. Beberapa kali Pangeran Liu Yang Kun masih saja berhenti dan menoleh, seakan-akan tidak tega meninggalkan Souw Lian Cu.

"Marilah, Pangeran! Pangeran tidak usah cemas, Souw Lian Cu bisa menjaga dirinya..." Souw Thian Hai yang sedikit banyak juga mengetahui hubungan puterinya dengan pangeran itu beberapa kali juga menenangkan hati Liu Yang Kun.

"Oh, maaf... maaf," pemuda itu menjawab dengan paras muka merah.

Beberapa kali mereka bertiga berpapasan dengan petugas petugas keamanan kota. Bahkan di depan pintu gerbang kota sebelah barat mereka juga bertemu dengan seregu pasukan berkuda yang lengkap dengan persenjataan mereka. Mereka berbaris menjaga pintu gerbang kota yang telah ditutup rapat.

"Mereka adalah pasukan berkuda dari Kota raja yang ditempatkan di kota ini. Sulit untuk melewati mereka." Yap Kiong Lee cepat memberi keterangan sebelum teman-temannya bertanya.

"Kita terobos saja...?" Liu Yang Kun mengusulkan.

"Ah, tidak enak rasanya. Mereka adalah prajurit-prajurit adikku. Lebih baik kita menghindar dan mencari jalan yang lain. Kita melompati tembok saja di tempat yang sepi." Yap Kiong Lee tidak setuju.

"Tapi... aku belum bisa mengerahkan tenagaku, Saudara Yap." Souw Thian Hai tiba-tiba berkata.

Yap Kiong Lee dan Liu Yang Kun terkejut. "Jadi... Saudara Souw belum terbebas dari racun Sianhwa-tok itu?" Yap Kiong Lee tersentak kaget.

"Belum sepenuhnya. Aku hanya bisa menahan dan membatasi daya-serangnya saja. Racun itu tetap bercokol di dalam darahku." Souw Thian Hai menerangkan.

"Oooh! Kalau begitu… eh, bagaimana ini, Pangeran?" Yap Kiong Lee berdesah seraya menoleh ke arah Liu Yang Kun.

"Dapatkah Pangeran mengobati Souw Tai-hiap dulu?"

"Tentu. Tentu saja. Marilah kita cari tempat yang baik...!'" dengan gugup Liu Yang Kun mengiyakan. Mereka lalu berbelok menyusuri jalan di samping tembok kota. Namun dimana-mana mereka bersua dengan para penduduk yang berlarian dari rumahnya.

"Tampaknya ledakan itu benar-benar membangunkan seluruh penduduk kota ini. Rasanya sampai pagi pun kita takkan mendapatkan tempat yang sesuai dengan keinginan kita. Kita memang harus keluar dari dalam tembok kota..." akhirnya Yap Kiong Lee berkata kesal.

"Benar. Kita bantu Souw Tai-hiap untuk meloncati tembok kota itu." Liu Yang Kun membenarkan, "bagaimana, Tai-hiap? Apakah Tai-hiap setuju?"

"Baiklah. Aku tidak berkeberatan," jawab pendekar ternama itu kemudian.

Yap Kiong Lee dan Liu Yang Kun merasa lega. Di tempat yang agak terlindung keduanya lalu menarik lengan Souw Thian hai untuk dibawa melompat ke atas tembok kota. Hampir saja kaki Souw Thian Hai terpeleset. Tapi dengan cepat pula tangan Liu Yang Kun dan Yap Kiong Lee menahannya.

Di luar tembok mereka lalu berlari menyusup ke dalam gelap. Dengan hati-hati mereka menerobos hutan, kemudian di tempat yang agak lapang, namun cukup tersembunyi dan jauh dari tembok kota, mereka bertiga berhenti. Liu Yang Kun lalu meminta kepada Souw Thian Hai untuk duduk bersila agar dapat dia obati.

Souw Thian Hai tidak menolak. Pendekar itu tampak percaya sepenuhnya kepada Liu Yang Kun. Dia cuma berdesah pendek ketika melihat ke langit yang mulai bersinar terang. "Sebentar lagi pagi akan tiba. Kuharap kita tidak terlalu lama di tempat ini...,.." katanya perlahan seperti kepada dirinya sendiri.

"Tidak, Souw Tai-hiap. Pengobatan ini hanya sebentar. Tak lebih dari sepeminuman teh saja." Liu Yang Kun menerangkan. Kemudian Liu Yang Kun merogoh saku di bawah ikat-pinggangnya. Dikeluarkannya Mustika-inti-racunnya.

Untunglah benda itu tidak hilang atau terlempar dari sakunya ketika terjadi ledakan tadi. Dan sungguh beruntung pula bagi dia karena benda pusaka itu tidak ia taruh di saku-bajunya. Coba kalau benda itu ia tempatkan di dalam saku-bajunya, niscaya benda tersebut telah lenyap bersama bajunya tadi.

Benar juga apa yang dikatakan olen Liu Yang Kun. Dengan pertolongan Mustika Inti Racunnya maka racun yang berada di dalam tubuh Souw Thian Hai itu segera hilang. Dengan dorongan tenaga dalam Liu Yang Kun yang tersalur melalui Po-tok-cu tersebut, serta ditunjang oleh tenaga dalam Souw Thian Hai sendiri, maka racun sian tok-hwa pun segera menguap keluar dari dalam tubuh Souw Thian Hai.

Meskipun demikian ternyata langit benar-benar telah menjadi terang. Dan merekapun mulai dapat melihat kawannya dengan jelas. Liu Yang Kun telah melepaskan telapak tangannya dari punggung Souw Thian Hai. Sementara Yap Kiong Lee memandang putera junjungannya itu dengan pandangan kagum.

Namun ketika terpandang olehnya keadaan baju dan rambut pangeran tersebut, hatinya menjadi geli. Pangeran itu kini tak lebih seperti seorang pengemis gelandangan akibat ledakan pek-lek tan tadi. Sama sekali pemuda itu tak kelihatan sebagai seorang pangeran yang gagah perkasa.

Souw Thian Hai yang telah terhindar dari keganasan racun Sian-tok-hwa itu juga telah membuka matanya pula. Perlahan-lahan ia membalikkan tubuhnya, lalu dipandangnya wajah pangeran Liu Yang Kun yang masih amat muda itu dengan kagumnya. Dan pandangannya itu segera terhenti pada baju atau rompi kulit ular yang melekat di dada Liu Yang Kun. Sejenak matanya terbeliak heran.

"Terima kasih, Pangeran. Tapi... ehm, bolehkah aku bertanya sedikit?" akhirnya pendekar sakti itu berkata.

Liu Yang Kun menarik napas panjang. Tangannya menyeka keringat yang mengalir di atas dahinya, lalu matanya terbuka mengawasi wajah Souw Thian Hai pula. "Souw Tai-hiap hendak bertanya tentang apa?" Souw Thian Hai menunjuk ke arah Po-tok-cu dan baju kulit ular yang ada pada Liu Yang Kun.

"Tampaknya kedua buah benda itu adalah pusaka-pusaka yang tak ternilai harganya. Ehmm... bolehkah saya mengetahui namanya....?"

"Ah...!" Tiba-tiba Liu Yang Kun berdesah murung. Kepalanya tertunduk. Matanya memandang Mustika Inti Racun dan baju kulit ular yang ada pada dirinya itu lama sekali.

Souw Thian Hai menjadi heran. Ia tak tahu mengapa tiba-tiba Liu Yang Kun itu menjadi murung. Otomatis ia menoleh kepada Yap Kiong Lee. Dan pendekar dari istana itu segera maju pula untuk memberi keterangan.

"Maaf, Saudara Souw. Sudah kuceritakan dengan singkat tadi, bahwa Pangeran Liu Yang Kun telah kehilangan masa lampaunya. Itulah sebabnya kenapa kami buru-buru hendak menemui Nyonya Souw."

Souw Thian Hai mengerutkan keningnya. Seperti tidak percaya ia memandang kepada Liu Yang Kun. "Sungguh mengherankan sekali! Mengapa ada juga orang lain yang terkena musibah seperti aku dulu? Aneh!"

"Benar, Saudara Souw. Itu pula sebabnya kenapa kami ingin meminta pertolongan Nyonya Souw. Dahulu Saudara Souw juga bisa disembuhkan oleh Nyonya Souw…"

"Souw Tai-hiap, tolonglah aku! Bantulah aku agar Souw Hu-jin (Nyonya Souw) mau mengobati penyakitku ini..." Liu Yang Kun meminta pula.

Souw Thian Hai tersenyum. "Tentu! Tentu! Pangeran telah menolong aku, maka sudah sewajarnyalah kalau aku juga menolong pangeran pula. Nah! Marilah kita berangkat sekarang! Mumpung hari telah terang...."

"Tapi..., apakah kesehatanmu sudah pulih kembali. Saudara Souw?" Yap Kiong Lee bertanya.

Lagi-lagi Souw Thian Hai tersenyum. "Jangan takut. Aku benar-benar sudah sehat kembali, Paling-paling tinggal melemaskan otot-ototku saja," jawabnya kemudian seraya beranjak mendahului Yap Kiong Lee dan Liu Yang Kun. Liu Yang Kun saling pandang dengan Yap kiong Lee. Mereka berdua segera melangkah pula mengikuti Souw Thian Hai.

"Tapi kita harus segera mencari baju baru untuk mengganti pakaian pangeran itu. Pangeran tak layak mengenakan pakaian seperti itu," sambil berjalan Yap Kiong Lee berkata kepada Liu Yang Kun.

"Ah... itu mudah nanti. Tanpa bajupun aku tak merasa risi atau dingin." Liu Yang Kun cepat menjawab.

"Ya, tapi…?" Yap Kiong Lee tetap pada pendiriannya.

Demikianlah mereka bertiga berjalan terus ke arah barat. Mereka melewati jalan besar yang semakin lama semakin sering menerobos hutan belukar yang sunyi dan jarang dilalui orang. Dan tanah yang mereka pijakpun semakin ke barat kelihatan semakin kekuning-kuningan pula warnanya.

"Kita sudah tidak jauh lagi dari aliran sungai Huang-ho." Hong-gi-hiap Souw Thian Hai berkata.

"Ya. Dan kitapun akan segera lewat pula diperkampungan penduduk yang padat kembali..." Yap Kiong Lee mengiyakan.

"Dan.... sebenarnya aku ingin makan dan beristirahat! Sudah sehari semalam mataku tak terpicingkan sama sekali." Liu Yang Kun berkata pula.

Yap Kiong Lee menoleh dengan cepat. "Tapi kita tidak mempunyai banyak waktu lagi, Pangeran. Kita sudah harus tiba di Cin-an sebelum tengah hari nanti. Selewatnya waktu itu, Nyonya Souw sudah tidak mempunyai banyak kesempatan lagi. Apalagi kalau rombongan Ui Bun Ting sudah tiba pula dari kota Lai-yin," sergahnya.

Souw Thian Hai tertawa. "Ah! Mengapa Saudara Yap berpikiran demikian? Kita tak perlu tergesa-gesa. Biarlah Pangeran Liu Yang Kun beristirahat bila dia memang menginginkannya. Tentang isteriku nanti, biarlah aku yang mengaturnya."

"Ah, terima kasih...! Terima kasih...!" pendekar dari istana itu bernapas lega. Demikian pula dengan Liu Yang Kun. Semakin lama mereka semakin banyak melihat lahan-lahan pertanian. Dan merekapun semakin sering pula melihat atau berpapasan dengan para petani yang hendak mengerjakan sawahnya.

"Nah…. pangeran sudah melihatnya sendiri, bukan? Setiap orang yang berpapasan dengan kita tentu memandang kepada Pangeran dengan pandangan heran. Pangeran memang harus cepat-cepat mengenakan pakaian yang pantas." Yap Kiong Lee bergurau.

"Ya. Kelihatannya semua orang menganggapku gila." Liu Yang Kun tertawa.

Ketika mereka memasuki dusun yang pertama, yang mula-mula mereka cari adalah pasar. Yap Kiong Lee segera berputar-putar mencari pakaian yang cocok untuk Liu Yang Kun. Dipilihnya baju yang berpotongan longgar, yang mempunyai kancing berderet-deret di bagian depannya. Baju itu sangat cocok dan serasi untuk potongan tubuh Liu Yang Kun. Apalagi ketika Yap Kiong Lee menambahkan topi atau tutup kepala di kepala Liu Yang Kun. Pemuda itu semakin tampak tampan berwibawa.

"Nah! Sekarang Pangeran tidak usah merasa malu lagi pergi ke sebuah pesta pernikahan," pendekar dari istana itu memberi komentar.

Souw Thian Hai tersenyum pula. Diam-diam ia merasa kagum juga kepada pangeran muda itu. Sakti, tampan dan rendah hati. Padahal ia seorang pangeran yang berkedudukan tinggi serta kaya raya. Tak mengherankan bila Souw Lian Cu sampai jatuh cinta kepadanya. "Tapi Lian-ji sudah mengenalnya sejak ia masih berkelana sebagai orang biasa. Sebelum pangeran ini diakui sebagai putera Hong-siang..." katanya kemudian di dalam hati.

Demikianlah, setelah makan pagi sekedarnya mereka lalu melanjutkan lagi perjalanan mereka. Mereka tidak jadi beristirahat di tempat itu karena Pangeran Liu Yang Kun tidak ingin mengecewakan hati Yap Kiong Lee. Jalan yang mereka lalui bukan main ramainya. Kuda, kereta, gerobak dorong ataupun pejalan kaki tampak hilir-mudik di jalan itu.

"Heran. Bukankah tempat ini cuma sebuah kampung kecil saja? Kenapa ramainya bukan main?" Pangeran Liu Yang Kun bertanya heran, Souw Thian Hai dan Yap Kiong Lee menoleh sambil tersenyum.

"Apakah Pangeran belum pernah lewat di tempat ini?" Souw Thian Hai bertanya.

"Belum." Liu Yang Kun menjawab cepat.

"Kampung ini sudah dekat dengan tempat penyeberangan. Dan tempat penyeberangan di sini adalah tempat penyeberangan yang paling baik dan aman untuk daerah-daerah di sekitar tempat ini. Maka tidaklah mengherankan bila semua pedagang dan pejalan kaki yang hendak pergi ke barat berkumpul di tempat ini. Sebentar lagi akan dapat kita lihat betapa ramainya tempat penyeberangan itu." Yap Kiong Lee kemudian memberi keterangan.

"Oooh…!" Liu Yang Kun mengerti.

Memang benar. Semakin dekat dengan sungai, jalan itu semakin ramai pula. Rumah-rumah pendudukpun semakin berdesak-desak pula. Berpuluh-puluh gerobak maupun kereta tampak berderet-deret di pinggir jalan, menunggu giliran untuk diseberangkan. Souw Thian Hai dan Yap Kiong Lee kelihatan mengerutkan dahinya juga.

"Tempat penyeberangan ini memang selalu ramai. Namun hari ini rasa-rasanya memang berbeda. Belum pernah kulihat antrian kereta dan gerobak sepanjang ini. Malam tadi ketika aku lewat di sini suasana juga belum seperti ini. hmm... ada apa sebenarnya hari ini?" Hong-gi-hiap Souw Thian Hai bergumam perlahan.

"'Baiklah kita tanyakan saja kepada pemilik gerobak dan kereta itu. Kita tentu akan mendapatkan jawaban." Yap Kiong Lee menyahut.

Yap Kiong Lee lalu mendekati salah seorang pengendara kereta itu. Seorang lelaki setengah tua yang rambutnya sudah banyak ubannya. "Lo-pek...! Sungguh mengherankan sekali, mengapa hari ini banyak sekali orang yang hendak menyeberang ke arah barat? Apakah ada sesuatu di sebelah barat sana?"

Pengendara kereta itu tersentak bangun dari lamunannya. Dengan gugup ia mengawasi rombongan Yap Kiong Lee. Paras mukanya kelihatan mendongkol karena merasa terganggu istirahatnya. "Kalian orang mana? Mengapa sampai tak tahu kalau hari ini ada pesta perkawinan di kota Cin-an?" katanya kaku.

"Perkawinan...? Oh, benar! Ya-ya... tentu saja kami sudah mengetahuinya. Tapi... apakah semua kereta dan gerobak ini hendak ke sana?" Yap Kiong Lee bertanya lagi.

"Tentu saja. Mereka semua adalah tamu-tamu yang diundang oleh ketua Tiam-jong-pai itu." Pengendara kereta itu menjawab semakin kesal.

"Oh? Kalau begitu...?"

"Ah! Sudahlah...! Aku mau beristirahat!" pengendara kereta yang semalaman kurang tidur itu mendengus marah seraya merebahkan punggungnya di sandaran kereta. Matanya tertutup dan tak mempedulikan Yap Kiong Lee lagi.

Pendekar dari istana itu menarik napas panjang. Hampir saja harga dirinya tersinggung, untunglah pada saat yang sama dari belakang kereta tiba-tiba muncul seorang lelaki gagah berpakaian rapi dan bagus. Di belakang lelaki gagah itu muncul pula dua orang pengawal berpakaian ringkas-ringkas. Semuanya membawa tombak panjang. Begitu datang lelaki gagah itu segera menegur pengendara kereta tersebut.

"A Siang! Kenapa kau berteriak-teriak? Ada persoalan apa?"

Pengendara kereta tua itu segera meloncat turun dengan kagetnya. Wajahnya kelihatan kecut dan ketakutan. "Maaf...! Maaf, Siauw-ya! Saya... saya tidak bermaksud mengganggu istirahat nyonya...!" katanya gugup sambil melirik ke dalam kereta. "Orang-orang inilah yang mengganggu saya dengan pertanyaan-pertanyaannya..." lanjutnya kemudian seraya menuding Yap Kiong Lee beserta Souw Thian Hai dan Liu Yang Kun.

"Hmmh!" lelaki gagah itu mendengus, lalu berpaling mengawasi Yap Kiong Lee. Matanya kelihatan galak ketika menentang mata pendekar dari istana itu.

Diam-diam Yap Kiong Lee merasa lega karena tidak dikenali orang. Namun demikian hatinya merasa khawatir juga ketika orang itu tiba-tiba mengalihkan pandangannya kepada Honggi-hiap Souw Thian Hai. Pendekar Souw itu terlalu dikenal di dunia persilatan. Jangan-jangan orang itu mengenal Hong-gihiap Souw Thian Hai sehingga perjalanan mereka menjadi terhambat karenanya.

"Hemm... cu-wi datang dari mana? Dan ada keperluan apakah sehingga cu-wi harus berselisih kata dengan pengendara keretaku?" tanya lelaki gagah itu seperti tidak mengenal kepada Souw Thian Hai pula.

Sekali lagi Yap Kiong Lee menghela napas lega. "Maaf, Sebenarnya kami tak bermaksud mengganggu pengendara kereta tuan. Kami cuma ingin bertanya saja tentang sesuatu hal kepadanya, yaitu tentang kereta dan gerobak yang berderet-deret panjang ini. Apa sebenarnya yang telah terjadi? Tidak biasanya terjadi hal-hal seperti ini sebelumnya."

"Hmm... cuma itu saja?" lelaki gagah itu menegaskan. Wajahnya seperti kurang percaya.

"Ya! Memang hanya itu!" akhirnya Yap Kiong Lee merasa kesal pula.

Lelaki gagah itu mengerutkan dahinya. Agaknya ia juga kurang senang dengan jawaban Yap kiong Lee itu. "Nah, kalau begitu Cu-wi tak usah mengganggu dia lagi. Bukankah cu-wi sudah memperoleh jawabannya? Kini biarlah orangku itu beristirahat," katanya kemudian dengan nada dingin.

Hampir saja Liu Yang Kun melompat menghajar mulut lelaki gagah itu. Untunglah Hong gi-hiap Souw Thian Hai yang berada di sampingnya cepat menahannya. Yap kiong Lee cepat membalikkan tubuhnya. Matanya menatap Liu Yang kun. Mulutnya tersenyum. "Marilah kita meneruskan perjalanan...!" ajaknya kemudian seolah-olah tak ada kejadian apa-apa.

Souw Thian Hai tersenyum pula. Senyum kagum menyaksikan ketenangan kawannya. "Marilah, Pangeran...!" pendekar sakti itu berbisik ketelinga Liu Yang Kun. kemudian menarik lengan pemuda itu dan mengajaknya pergi dan tempat itu.

Liu Yang Kun terpaksa menurut. Walaupun hatinya masih terasa panas, namun ia tak bisa ikut campur. Ternyata Yap Kiong Lee sendiri tak merasa tersinggung atas perlakuan orang itu. Tapi belum juga ada sepuluh langkah mereka berjalan, mendadak terdengar suara jerit lelaki gagah tadi di belakang mereka. Sebuah jerit yang mengungkapkan perasaan kaget dan kemarahan.

Otomatis mereka bertiga menoleh. Dan mereka terbelalak kaget ketika menyaksikan lelaki gagah itu memeluk dan mengeluarkan mayat seorang wanita dari dalam keretanya. Mayat seorang wanita muda yang hampir tidak tertutup pakaian sama sekali.

Liu Yang Kun bertiga cepat berbalik kembali. Bahkan Yap Kiong Lee cepat melemparkan baju-luarnya untuk menutupi tubuh molek itu. Sementara itu orang-orang yang berada di sekitar tempat tersebut telah berlarian datang pula mendengar jeritan lelaki gagah tadi. Namun orang-orang itu segera bubar kembali ketika lelaki gagah itu tiba-tiba berdiri dan berteriak keras sekali. "Pergiiiii...!"

Liu Yang Kun bertiga terpaksa melangkah mundur pula. Namun langkah mereka segera terhenti tatkala lelaki gagah itu menuding ke arah mereka. "Hei, kalian bertiga jangan lari...! Kalian harus mengganti nyawa isteriku! Pengawal! tangkap mereka!" teriak lelaki gagah itu.

Kedua orang pengawal bersenjatakan tombak panjang itu segera meloncat menghadapi Liu Yang Kun bertiga. Gerakan mereka cukup gesit, menandakan bahwa mereka berdua memiliki cukup kepandaian pula. Tapi dengan sikapnya yang masih tetap tenang Yap Kiong Lee mengawasi teman-temannya.

"Hmm, tampaknya kita bertiga dituduh sebagai pembunuh dan pemerkosa isteri orang. Sungguh jelek sekali nasib kita..." katanya bergurau.

"Pembunuh dan pemerkosa...?" Souw Thian Hai dan Liu Yang Kun berdesah hampir berbareng. Keduanya memandang Yap Kiong Lee dengan kening berkerut.

"Benar. Menurut keadaan mayat wanita itu ia tentu telah diperkosa sebelum dibunuh. Dan karena kita tadi berada di tempat ini, bahkan telah bertengkar dengan pengendara kereta itu pula, maka kitalah yang dicurigai oleh suaminya!"

"Tapi kita baru saja datang! Dan kita bertiga tidak pernah berbuat apa-apa di sini!" Liu Yang Kun menggeram penasaran.

Yap Kiong Lee mengangguk hormat. "Ya! Tapi tak seorang pun mau percaya kepada kita. Apalagi orang itu!" katanya sambil menuding lelaki gagah beserta pengawalnya.

"Jangan banyak cakap! Menyerah sajalah kepada kami! kalian tidak akan bisa berbuat apa-apa di depan Siauw Cungcu kami!" salah seorang pengawal bertombak itu mengancam seraya menyabetkan ujung tombaknya kepada Yap Kiong Lee.

Sementara pengawal yang seorang lagi segera menerjang Souw Thian Hai pula. Tampaknya mereka berdua sangat memandang enteng kepada Liu Yang Kun, karena pangeran itu berusia paling muda diantara lawan-lawan mereka.

Tapi tentu saja Yap Kiong Lee dan Souw Thian Hai dapat mengelakkan serangan tersebut dengan mudahnya. Bahkan kalau mau, kedua pendekar sakti itu bisa saja membunuh kedua pengawal tersebut dalam sekali pukulan. Namun mereka tidak ingin melakukannya, karena mereka justru ingin mengetahui masalahnya terlebih dahulu.

Yang kemudian dilakukan oleh kedua pendekar itu hanyalah mengelak dan menghindar saja dari serangan kedua orang pengawal itu. Bahkan Hong gi-hiap Souw Thian Hai yang mengenakan mantel pusaka warisan Bit-bo-ong itu sama sekali juga tak ingin memamerkan keampuhan mantel pusakanya tersebut.

Sambil berloncatan Yap Kiong Lee berusaha menyelidiki asal-usul lawannya. "Siauw Cung-cu...? Eh, apakah tuanmu itu seorang Kepala Kampung?" Tanya pendekar dari istana itu kepada lawannya.

Pengawal yang belum sadar akan kelemahannya itu semakin ganas mempermainkan tombaknya. Bahkan pengawal itu mengira kalau Yap Kiong Lee mulai jerih terhadap majikannya. "Hahaha... kau mulai takut rupanya. Ketahuilah...! Majikan kami itu adalah Siauw Tong Jin, yang mendapat julukan Sin Tung (Si Tongkat Sakti) penguasa tigabelas kampung nelayan di pantai Syan-tung Timur!" serunya sombong.

"Oooh....?" Yap Kiong Lee dan Souw Thian Hai pura-pura berdesah kagum.

"Dan harap kau ketahui pula bahwa majikanku itu ikut tertulis pula namanya di dalam Buku Rahasia yang menghebohkan itu...!" pengawal itu semakin tinggi menyombongkan majikannya.

"Heh? Ikut termasuk di dalam Buku Rahasia?" Yap Kiong Lee betul-betul kaget. Otomatis matanya mengerling kepada Hong-gi-hiap, Souw Thian Hai.

"Ya! Majikanku itu tertulis pada urutan yang ke enam puluh empat!"

"Enam puluh empat...?" sekali lagi Yap Kiong Lee berdesah, namun kali ini sambil mengulum senyum.

Tentu saja pendekar dari istana itu tahu pula tentang daftar di dalam Buku Rahasia itu. Bahkan khabarnya namanya sendiri juga ikut tertulis pula di urutan yang ke empatbelas. Namun demikian baru kali ini dia mendengar bahwa urut-urutan nomer tersebut mencapai lebih dari limapuluh. "Saudara Souw...! Betulkah urut-urutannya sampai sekian banyaknya?" akhirnya pendekar dari istana itu bertanya kepada sahabatnya.

Tak terduga pendekar sakti yang menempati urutan kelima itu tertawa keras. "Wah... mana aku tahu? Aku belum pernah melihat buku itu..."

Demikianlah sambil bercakap dan bergurau kedua sahabat itu melayani serangan tombak lawannya. Mereka tetap tidak mau membalas dan hanya menghindar saja kesana-kemari, sehingga lambat-laun lawan mereka menjadi sadar sendiri akan kelemahannya. Tapi untuk melangkah mundur dari arena kedua orang pengawal itu merasa takut. Takut kepada majikannya, Siauw Cung-cu.

Sementara itu Siauw Cung-cu sendiri telah menempatkan mayat isterinya ke dalam kereta kembali. Dengan wajah beringas penuh dendam ia melangkah mendekati arena pertempuran. "Minggir...! Biar aku sendiri yang menghadapi mereka!" serunya lantang kepada pengawalnya.

Kedua pengawal yang sudah mandi keringat itu cepat-cepat mundur meninggalkan arena. Mereka benar-benar kehabisan napas. Panggilan untuk keluar dari arena itu sungguh sangat melegakan mereka. "Cung-cu, hati-hati...! Mereka lihai sekali!" kedua orang pengawal itu memberi peringatan.

"Diam! Jaga kereta itu!" hardik Siauw Tong Jin. Kepala kampung yang masih muda itu lalu menghampiri Yap Kiong Lee dan Souw Thian Hai. Tangan kanannya telah memegang sebuah tongkat besi sepanjang satu depa. Warnanya hitam mengkilat.

Yap Kiong Lee dan Souw Thian Hai terkejut melihat tongkat itu. Mereka mengenal ciri-ciri tongkat tersebut. "Siauw Cung-cu, tahan dulu...!" tiba-tiba Hong-gi-hiap Souw Thian Hai berseru.

"Huh, ada apa? Kalian mau menyangkal lagi?" Siauw Tong Jin menggeram.

Souw Thian Hai menghela napas. Tiba-tiba sikap pendekar sakti itu berubah keras. Matanya mencorong berwibawa. "Siauw Cung-cu! Coba jawab...! Apa hubunganmu dengan Tiat-tung Kai-pang...?" pendekar itu tiba-tiba pula membentak.

Sungguh mengherankanl Begitu nama perkumpulan pengemis itu disebutkan oleh Souw Thian Hai, maka Siauw Tong Jin tampak kaget sekali. Matanya terbeliak lebar, seolah menentang mata Souw Thian Hai dengan tegangnya. "Kau... mengenal ciri perguruanku? Siapakah kalian?" serunya sedikit gugup, sehingga kesan kegarangan dan kebengisannya menjadi berkurang.

Souw Thian Hai tersenyum. "Siauw Cung-cu tak perlu kaget. Ciri tongkatmu itu sangat mudah dikenali. Bahkan melihat panjangnya, aku bisa menduga bahwa kau bukan murid Tiat-tung Lo-kai, tetapi murid Tiat-tung Hong-kai."

Siauw Tong Jin semakin terperanjat. "Kau... kau siapa?" geramnya kemudian dengan mata melotot.

Souw Thian Hai terdiam dan tak segera menjawab pertanyaan itu. Sekilas matanya melirik kepada Yap Kiong Lee, kemudian menarik napas panjang sekali. Baru sesaat kemudian setelah tidak ada reaksi dari sahabatnya itu, ia menjawab. "Namaku,….Souw Thian Hai! Aku sudah kenal baik dengan gurumu. Bahkan aku juga sudah bersahabat erat dengan Keh-sim Siauw-hiap, orang yang sangat dihormati Tiat-tung Kai-pang."

"Souw.... Thian... Hai? Kau... Hong-gi-hiap Souw Thian Hai yang tersohor di dunia persilatan itu?" Siauw Tong Jin berseru tak percaya.

Lagi-lagi Souw Thian Hai hanya tersenyum tanpa menjawab. Pendekar sakti itu hanya menggerakkan jari telunjuknya yang sebelah kanan untuk menuding tongkat Siauw Tong Jin. Cuss... thaas! Serangkum angin tajam menerjang tongkat itu! Tongkat besi itu terlempar dari tangan Siauw Tong Jin.

Sementara kepala kampung yang masih muda itu tampak terbelalak kesakitan. Demikianlah, selagi kedua temannya menghadapi Siauw Tong Jin dan pengawalnya, maka Liu Yang Kun sendiri tampak sibuk bercakap-cakap dengan seorang penonton di pinggir arena. Pemuda itu bergabung dengan para penonton karena ia merasa bahwa kedua temannya itu akan dapat mengatasi persoalan mereka dengan baik.

"Eh, apa sebenarnya yang terjadi? Mengapa mereka berkelahi?" pangeran muda itu pura-pura bertanya.

Seorang nelayan tua yang baru saja datang di samping Liu Yang Kun menjawab, "Entahlah. Aku juga tidak tahu. Aku baru saja datang. Kata orang di sini baru saja terjadi pembunuhan dan perkosaan." "Pembunuhan dan perkosaan?"

"Begitulah. Sungguh memprihatinkan sekali. Aku baru saja datang dari pinggir sungai. Disana juga ada peristiwa seperti ini."

"Di pinggir sungai...? Di sana juga ada peristiwa perkosaan dan pembunuhan?" Liu Yang Kun tersentak kaget.

"Ya! Hmmh! Entahlah, akhir-akhir ini memang banyak sekali tindak kejahatan di kampung ini. Dalam waktu dua hari saja telah terjadi empat kali peristiwa pembunuhan dan perkosaan. Bahkan malah menjadi lima kali bila ditambah dengan peristiwa di tempat ini..."

"Gila! Mengapa demikian? Apakah tidak ada petugas keamanan yang menangani masalah ini?" "Petugas keamanan?" nelayan tua itu menyeringai kecut. "Di kampung ini tidak ada petugas keamanan. Kalaupun ada, mereka juga takkan bisa mengatasinya. Pelaku-pelaku kejahatan itu adalah orang orang persilatan yang mampu terbang seperti burung..."

"Maksud Lo-pek?"

Nelayan tua itu memandang Liu Yang Kun sekejap. "Anak muda. kau tentu bukan orang sini...."

Liu Yang Kun mengangguk.

"Nah, ketahuilah...!" Sudah beberapa hari ini banyak orang berbondong-bondong lewat di kampung ini. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang persilatan. Khabarnya mereka hendak menghadiri pesta perkawinan besar di Kota Cin-an. Kedatangan mereka di kampung kecil ini ternyata juga membawa bencana pula. Diantara mereka terdapat penjahat-penjahat yang suka mernperkosa dan membunuh orang, seperti yang kau lihat di tengah arena itu. Siapa yang akan menyangka kalau mereka itu penjahat?"

"Lo-pek maksudkan kedua orang gagah yang sedang berhadapan dengan si pemilik kereta itu?"

Nelayan tua itu mengangguk. "Ya. Tidak kita sangka bukan?"

"Kurang ajar...! Mereka bukan penjahat! Mereka kawanku!" tiba-tiba Liu Yang Kun menggeram.

"A-a-apa...? Ooh!" nelayan tua itu berdesah ketakutan dan tiba-tiba saja ia lari meninggalkan tempat itu. Akibatnya orang-orang di sekeliling merekapun juga ikut-ikutan lari pula, sehingga Liu Yang Kun tertinggal sendirian di tempat tersebut.

"Gila!" pemuda itu tersenyum. Sementara itu perkelahian didalam arena benar-benar telah berhenti. Siauw Tong Jin sudah yakin benar bahwa yang ia hadapi adalah Hong-gi-hiap Souw Thian Hai, tokoh nomir lima di dalam Buku Rahasia itu dan karena itu ia sudah tidak berani berkutik lagi.

"Nah, Siauw Cung-cu...! Apakah kau masih menyangka bahwa kami yang mencelakakan isterimu?" akhirnya Hong-gihiap Souw Thian Hai mendesak kepala kampung itu.

"Oh, tidak... tidak! Kami tidak berani, Tai-hiap. aku... aku mengaku salah. Aku dan orang-orangku mohon maaf kepadamu..."

Kedua orang pengawal Siauw Tong Jin itu mendekati majikannya dengan wajah ketakutan. Mereka berdua hampir tidak berani memandang kepada Souw Thian Hai maupun Yap Kiong Lee. "Dia... dia itu... Hong-gi-hiap Souw thian Hai yang amat tersohor itu, Cung-cu?" bisik mereka kepada Siauw Tong Jin.

"Kalian memang goblok! Untung saja kalian masih hidup sekarang!" kepala kampung itu menggeram pendek.

Yap Kiong Lee maju ke depan. "Sudahlah,, Cung-cu! Mari kita rawat mayat isterimu! Nanti kita selidiki, siapa yang telah menganiayanya. Ehm, nanti..." Pendekar dari istana itu menghentikan ucapannya, karena beberapa orang laki-laki tampak mendekati mereka. Seorang diantaranya kelihatan lebih berwibawa dari pada yang lainnya.

"Cung-cu datang! Cung-cu datang...!" tiba-tiba terdengar beberapa orang penonton berseru perlahan.

Yap Kiong Lee saling bertukar pandang dengan Souw Thian Hai. Sementara itu Liu Yang Kun juga telah berada bersama mereka kembali. Pemuda itu segera membisiki mereka tentang apa yang telah didengarnya dari nelayan tua tadi.

"Maaf, saya adalah kepala kampung di sini. Bolehkah saya bertanya, apa yang telah terjadi di tempat ini?" begitu datang orang yang tampak lebih berwibawa tadi bertanya kepada Yap Kiong Lee dan Souw Thian Hai.

Yap Kiong Lee menarik napas panjang, Kemudian diceritakannya serba sedikit apa yang telah terjadi di tempat itu tadi, sehingga dia dan kawan-kawannya berselisih dengan Siauw Tong Jin.

"Nah. apa kataku...?" Selesai mendengar cerita Yap Kiong Lee kepala kampung itu berdesah. "Kampung ini benar-benar telah dikotori oleh ulah para penjahat yang datang bersama-sama para penyeberang sungai. Belum juga selesai aku mengurus peristiwa di tepian sungai tadi, kini telah timbul pula peristiwa yang serupa. Oh, rusak... rusak! Rusak kampungku ini..."

"Cung-cu... Cung-cu harap bersabar hati menerimanya..." para pengikutnya segera membujuk dan menenangkan hatinya.

"Souw Tai-hiap...!" tiba-tiba Liu Yang Kun berkata kepada Hong-gi-hiap Souw Thian Hai. "Aku percaya pembunuh itu belum pergi dari kampung ini. Dia tentu masih berkeliaran di sekitar tempat penyeberangan itu. Hmm, bagaimana kalau kita mencarinya ke sana?"

"Tapi tak seorangpun mengetahui wajah pembunuh itu. Bagaimana kita dapat mencarinya?" Yap Kiong Lee menyahut.

"Siapa bilang tak ada yang melihat wajahnya?" tiba-tiba kepala Kampung itu memotong pula. Namun perkataannya segera terhenti. Bahkan air mukanya menjadi pucat ketakutan.

"Siapa? Bagaimana wajah pembunuh itu?" Siauw Tong Jin yang telah kehilangan isterinya itu mendadak menerkam lengan kepala kampung itu.

"Aduh...!" kepala kampung yang tak mengerti silat itu berteriak kesakitan.

"Sabar! Sabar, Siauw Cung-cu...!" Yap Kiong Lee cepat melerai.

Siauw Tong Jin melepaskan tangannya. Namun sikapnya masih tampak beringas. "Siapakah dia? Ayo, lekas katakan!" teriaknya.

Tersinggung juga pengiring kepala kampung itu mendengar dan melihat kekasaran Siauw Tong Jin. Mereka segera mengepung Siauw Tong Jin dengan sikap mengancam. Tapi dengan cepat Yap Kiong Lee menengahinya. Pendekar dan istana itu segera menegang lengan kepala kampung itu dan membujuknya.

"Cung-cu, kau jangan tersinggung. Siauw-heng ini juga seorang kepala kampung di daerah pantai timur. Dia baru saja kehilangan isterinya sehingga dia tak bisa mengendalikan dirinya. Harap Cung-cu bisa memakluminya..."

Kepala kampung itu menghela napas panjang, kemudian mengangguk kepada pengiring-pengiringnya. "Baiklah, aku memakluminya..." desahnya kemudian dengan perlahan.

"Terima kasih, Cung-cu. Nah! Sekarang kami harap Cungcu mau mengatakan! Siapakah pembunuh itu? Atau kalau Cung-cu belum mengenalnya, katakan bagaimana bentuk dan ciri-ciri wajahnya?"

Tiba-tiba kepala kampung itu menjadi pucat kembali. Matanya melirik ke arah penonton yang mulai berjubel mengelilingi mereka. Souw Thian Hai mendekat pula. Tangannya menepuk pundak kepala kampung itu.

"Cung-cu tidak perlu takut. Kami bertigalah yang akan bertanggung-jawab apabila penjahat itu nanti marah. Kami memang sudah lama mendengar khabar tentang penjahat yang suka memperkosa wanita itu. Di daerah Kiang-su banyak wanita korbannya yang diketemukan orang di aliran sungai."

"Ya, akupun pernah mendengarnya pula. Oleh karena itu kita harus mencegahnya. Penjahat itu tidak boleh merajalela dengan kekejamannya. Nah Cung-cu..! Lekaslah katakan kepada kami ciri-cirinya!" Yap Kiong Lee menyambung.

"Ba baiklah...!" kepala kampung itu berkata dengan gemetar, "Menurut keluarga korban yang diketemukan di pinggir sungai itu, mereka... mereka itu terdiri dari dua orang."

"Dua orang?" Souw Thian Hai dan Yap Kiong Lee berseru hampir berbareng.

"Benar, Penjahat itu terdiri dari dua orang. Yang seorang berperawakan gagah. Sedang yang seorang lagi bertubuh kecil biasa. Namun yang menakutkan ialah kedua-duanya berwajah putih pucat seperti tidak berdarah. Sinar mata mereka juga liar mengerikan."

"Cuma itu saja? Tak ada tanda tanda atau ciri-ciri yang lainnya? Wah... sulit kalau begitu. Bagaimana kita bisa mencarinya? Sangat banyak orang yang memiliki ciri seperti itu...." Yap Kiong Lee mengeluh.

"Dia tidak menyebutkan namanya?" Siauw Tong Jin ikut menggeram penasaran.

Kepala kampung itu menggelengkan kepalanya. "Ooooooh...!" semuanya mengeluh pendek.

"Untung-untungan kita cari ke pinggir sungai itu. Bagaimana...?" Liu Yang Kun akhirnya mengajukan usul.

"Ya. Aku juga sependapat. Siapa tahu penjahat itu masih berada di sana?" Hong-gi-hiap Souw Thian Hai menyetujui usul itu.

"Baiklah! Kalau begitu..."

Belum juga Yap Kiong Lee menyelesaikan perkataannya, tiba-tiba dari arah sungai muncul beberapa orang penduduk berlari-lari mendatangi. Mereka berteriak-teriak mencari kepala kampungnya.

"Cung-cu,..! Cung-cu...! Cepatlah ke sungai lagi?Pembunuh itu telah beraksi kembali. Dia... dia..." mereka berseru dan berteriak bersaut-sautan.

Kepala kampung itu dengan diikuti oleh Yap Kiong Lee dan Souw Thian Hai segera menyongsong mereka. "Penjahat itu telah beraksi kembali? Siapakah korbannya? Apakah korbannya juga dibunuh?‖ dengan suara gemetar kepala kampung itu bertanya.

Salah seorang dari mereka segera melapor dengan suara terputus-putus karena hampir kehabisan napas. "Kali ini... kali ini yang diculik... put-put... puteri Cung-cu sendiri! Dia... dia,... dibawa menyeberang,..."

"Apa....? Ouugh....!" kepala kampung itu menjerit lalu pingsan.

Souw Thian Hai saling bertukar pandang dengan Yap Kiong Lee dan Liu Yang Kun. Dan sekejap kemudian mereka bertiga telah 'terbang' meninggalkan tempat itu. Begitu cepatnya mereka bergerak sehingga orang-orang yang ada di sekeliling mereka tidak menyadari bahwa mereka bertiga telah pergi. Baru beberapa saat kemudian orang-orang itu menjadi sadar bahwa mereka telah kehilangan Yap Kiong Lee.

"Bukan main! Sekarang aku makin percaya bahwa pendekar sakti itu benar-benar Hong-gi-hiap Souw Thian Hai yang tersohor itu! Hei! Marilah kita menyusul ke sungai! Souw Tai-hiap tentu kesana!" Siauw Tong Jin berseru kepada pengawalnya.

"Bagaimana dengan jenasah Siauw Hujin...?" pengawalnya bertanya ragu.

"Ooouoh... benar! Aku... aku... oooooh!" tiba-tiba Siauw Tong Jin mengeluh pendek, kemudian berlari menuju keretanya.

Demikianlah ketika orang-orang di tempat itu sibuk merawat kepala kampungnya yang pingsan dan Siauw Tong Jin bersama para pengawalnya juga sedang sibuk mengurusi jenasah Siauw Hu-jin, maka Hong-gi-hiap Souw Thian Hai bersama dengan Yap Kiong Lee dan Liu Yang Kun telah berada di tepian sungai Huang-ho, atau tempat penyeberangan yang ramai itu.

Yang sampai lebih dahulu adalah Liu Yang Kun. Kemudian Souw Thian Hai. Dan yang terakhir, agak jauh beberapa langkah di belakang mereka, adalah Yap Kiong Lee. Dan merekapun tidak perlu bersusah payah pula untuk bertanya tentang penjahat yang mereka cari? Karena semua orang telah mengarahkan pandangan mereka ke tengah sungai. Ke arah perahu besar yang bergoyang-goyang diterjang gelombang air.

Sungai Huang-ho memang lebar dan luas bukan main, sehingga perahu besar setinggi hampir tiga meter itu bagaikan potongan kayu kecil saja di tengah-tengahnya. Namun bukan keganasan ombak yang mempermainkan perahu itu yang membuat semua orang memperhatikannya, akan tetapi keributan yang terjadi di atas perahu itulah yang menjadi pokok perhatian mereka.

Keributan itu sendiri memang tidak begitu jelas terlihat dari tepian sungai. Semua orang hanya bisa melihat bahwa diatas perahu besar itu terjadi perkelahian hebat yang melibatkan beberapa orang, Dan pertempuran itu menjadi semakin ribut dan seru ketika beberapa perahu kecil mulai menempel, serta melibatkan para penumpangnya dalam pertikaian tersebut.

"Tampaknya penjahat itu telah dikepung ramai-ramai di atas perahu itu." Souw Thian Hai berkata kepada Liu Yang Kun. "Hemm... bagaimana kita bisa ke sana?"

"Di dekat dermaga itu banyak ditambatkan sampan-sampan kecil. Kita pinjam saja sebuah. Bagaimana.,…?" Yap Kiong Lee mengajukan usul.

"Tapi sampan-sampan itu hanya dipergunakan orang di pinggiran sungai yang tidak begitu dalam Bagaimana mungkin ia bisa menerjang gelombang besar yang ada di tengah sana?" Liu Yang Kun menyatakan keraguannya.

Souw Thian Hai saling pandang dengan Yap Kiong Lee, kemudian tertawa bersama-sama. Mereka salah terima. Mereka berdua menyangka bahwa perkataannya tadi Liu Yang Kun menyangsikan kemampuan mereka di atas air.

"Pangeran...! Meskipun gin-kang dan Iweekang kami belum setinggi pangeran, namun kalau hanya menyeberangi sungai ini saja kami berdua masih mampu," akhirnya Yap Kiong Lee menjawab hati-hati.

Liu Yang Kun terkejut sekali. "Eh-oh... ja-jangan salah paham! Aku tak bermaksud demikian. Sungguh. Aku tak bermaksud seperti itu. Ini... ini... eh mengapa jadi begini?"

Sekali lagi Souw Thian Hai saling bertatap mata dengan Yap Kiong Lee. Senyum di bibir mereka menghilang. Sadarlah mereka kini bahwa pangeran Liu Yang Kun yang kadang-kadang memang berpikiran sangat sederhana itu tak bermaksud meragukan ilmu mereka. Dengan penyakitnya itu Liu Yang Kun kadang-kadang memang kurang menyadari akan kehebatan ilmunya sendiri. Oleh karena itu dengan sabar dan berwibawa Souw Thian Hai melangkah ke depan.

"Sudahlah, Pangeran. Kami berdua hanya bergurau. Pangeran tak usah memasukkannya ke dalam hati. Marilah...! Kita pinjam salah sebuah dari sampan sampan itu, kemudian kita bawa bersama-sama ke tengah. Dan kita bertiga memang harus berjuang dengan segala kemampuan ilmu kita agar sampan kecil itu tidak terbalik dihantam gelombang," katanya kemudian dengan hati-hati.

"Ya-ya, marilah...!" Liu Yang Kun menyahut dengan gembira pula.

Dengan uangnya Yap Kiong Lee lalu menyewa sebuah sampan yang agak besar. Mula-mula pemiliknya memang berkeberatan. Namun setelah Yap Kiong Lee mau membayar lebih banyak, serta berjanji akan menggantinya kelak apabila sampan itu sampai rusak atau hilang, maka si pemilik sampan tersebut lalu melepaskannya.

Tapi sementara itu perahu-perahu kecil yang datang dan menempel pada perahu besar tadi sudah bertambah menjadi semakin banyak pula. Bahkan yang mempergunakan sampan pun tidak cuma mereka sendiri. Ternyata jauh agak ke tengah sungai telah ada pula sampan-sampan kecil yang ditumpangi oleh pendekar-pendekar persilatan yang kebetulan berada ditempat penyeberangan tersebut.

Semakin ke tengah maka ombak pun semakin terasa menggelora. Sampan kecil yang mereka tumpangi terasa sulit mereka kendalikan. Hanya karena kesaktian mereka saja sampan kecil itu tidak tergulung di dalam pusaran gelombang air.

Tiba-tiba Liu Yang Kun tersentak kaget. Diantara amukan gelombang sungai yang ganas itu, dan juga di antara tebaran perahu lain yang terombang-ambing di sekitar tempat itu matanya melihat sebuah sampan besar yang dinaiki oleh seorang kakek tua. Dan pemuda itu segera mengenalnya sebagai Lo-sin-ong, guru Tiauw Li Ing.

"Lo-sin-ong...? Oh, mengapa kakek itu berada di sini pula? Lalu dimana Tiauw Li Ing berada? Mengapa dia tidak berada bersama dengan kakek itu?"

"Pangeran! Ada apa?" Yap Kiong Lee yang melihat kekagetan Liu Yang Kun itu cepat bertanya.

Liu Yang Kun terbatuk-batuk. Jari telunjuknya menuding ke tempat dimana Lo-sin-ong tadi berada. "Aku melihat Lo-sin-ong di sana..."

Yap Kiong Lee dan Souw Thian Hai mencoba untuk mencari arah yang ditunjukkan oleh pemuda itu, tapi sebuah perahu besar melintas menghalang-halangi pandangan mereka. Bahkan ombak yang diciptakan oleh perahu besar tersebut hampir saja menenggelamkan sampan kecil mereka. Dan ketika akhirnya mereka bisa menguasai sampan mereka kembali, mereka sudah tidak dapat menemukan sampan Lo sin-ong lagi.

"Sudahlah. Pangeran. Kalau memang jodoh kita tentu akan bertemu dengan dia lagi nanti," Yap Kiong Lee membujuk.

"Tapi... tapi aku justru tak ingin bertemu dengan mereka lagi!" tiba-tiba Liu Yang Kun berdesah.

"Eh, mengapa? Bukankah isteri pangeran itu…?"

Jilid selanjutnya,
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.