Memburu Iblis Jilid 37

Sonny Ogawa

Memburu Iblis Jilid 37 karya Sriwidjono - Tidak lama kemudian tamupun mulai berdatangan. Selain para pejabat di kota itu, datang pula kawan-kawan akrab Ui Bun Ting dari dunia persilatan. Mereka berbondong-bondong datang untuk ikut memeriahkan perkawinan ketua Tiam-jong-pai itu.

Sama sekali mereka semua tidak tahu bahwa orang yang hendak mereka elu-elukan malam ini belum datang. Yang sangat repot menyambut dan melayani pertanyaan para tamu adalah su-te Ui Bun Ting tadi. Sebagai wakil tuan rumah orang tua itu harus dapat bersikap bijaksana terhadap tamu-tamu kakak seperguruannya.

Demikianlah semakin malam tamu yang datang-pun menjadi semakin banyak pula. Kursi di tengah pendapa telah penuh tamu. Bahkan deretan kursi yang ditempatkan di ruangan samping pendapa pun juga telah penuh pula. Terpaksa para murid Tiam-jong-pai memasang kursi lagi di halaman.

Namun demikian rombongan Ui Bun Ting belum juga tiba dari kota Lai-yin. Tentu saja pihak tuan rumah menjadi gelisah sekali. Terutama adik seperguruan Ui Bun Ting. Dengan peluh bercucuran orang tua itu mondar-mandir kesana-kemari, sambil sesekali menatapkan pandangannya keluar halaman, kalau-kalau melihat kedatangan kakaknya.

Oleh karena itu ketika di jalan besar terdengar suara gemuruh dan riuhnya derap kaki kuda, wajahnya seketika menjadi cerah dan berseri-seri. Ia segera bangkit dari kursinya dan bergegas turun ke halaman. Yap Kiong Lee dan Souw Thian Hai pun segera mengikutinya pula. Kedua pendekar itu tersenyum dan mengangguk kepada Liu Yang Kun sehingga pangeran itu terpaksa bangkit pula mengikuti mereka.

"Maaf, Souw Hu-jin. Aku akan melihat suasana di jalan itu pula..." pemuda itu minta diri kepada Chu Bwee Hong yang duduk di dekatnya.

"Silakan, Pangeran. Biarlah aku menunggu di sini bersama anakku..."

Suara gemuruh itu juga menarik perhatian para tamu yang duduk di tempat tersebut. Namun mereka juga tidak begitu mempedulikannya, karena mereka menyangka bahwa suara itu adalah suara kedatangan para tamu pula. Mereka baru menjadi kaget ketika puluhan pasukan berkuda yang bersenjata lengkap memasuki halaman itu.

Namun demikian mereka tetap mengira bahwa salah seorang tamu yang berpangkat tinggi datang dengan diiringkan oleh para pengawalnya. Semua tamu baru merasa kaget setengah mati ketika di belakang pasukan berkuda itu tiba-tiba muncul sebuah kereta kerajaan yang di kanan-kirinya dihiasi panji-panji kekaisaran. Malahan di kanan-kiri kereta tersebut juga berbaris pula prajurit-prajurit Kim-i-wi dan Gin-iwi (pengawal Kaisar berbaju emas dan perak) yang sangat terkenal itu.

"Hong Siang...?' hampir semua tamu berbisik kaget.

Sementara itu Yap Kiong Lee dan Souw Thian Hai yang melangkah di halaman ikut tertegun pula melihat kejadian yang tidak disangka-sangka tersebut. Bergegas mereka menyongsong ke depan mendahului adik seperguruan Ui Bun Ting yang berdiri termangu-mangu di tengah halaman.

"Hong-siang....! Benar-benar Hong-siang datang! Eh, Saudara Souw...! Sungguh mengherankan sekali! Mengapa pula Hong-siang yang sudah bertahun-tahun tak mau meninggalkan istananya itu kini tiba-tiba muncul di tempat yang jauh ini? Apakah yang telah terjadi?‖ Yap Kiong Lee berseru heran.

"Ehh, mana aku tahu? Lebih baik Saudara Yap menanyakannya saja secara langsung kepada prajurit-prajuritmu itu...."

Tapi ternyata Yap Kiong Lee tak perlu bertanya lagi. Pendekar dari istana itu segera bisa menebaknya sendiri tatkala melihat kehadiran adiknya diantara para prajurit pengawal itu. Tentu adiknyalah yang membawa Hong-siang itu kemari. Para prajurit itu segera menebar dan bersiaga di halaman rumah tersebut. Namun karena jumlah mereka memang sangat banyak, maka sebagian besar juga masih tetap bertebaran di jalan-raya.

Novel silat Mandarin karya Sriwidjono. Memburu Iblis Jilid 37

Kereta yang ditumpangi kaisar Han berhenti di tengah-tengah halaman. Para prajurit Kim-i-wi dan Gin-i-wi yang gagah-gagah itu segera berbaris rapat mengelilinginya. Yap Tai Ciang-kun turun dari atas kudanya dan bergegas menghampiri kereta. Tapi panglima besar tentara Kerajaan itu segera berhenti ketika melihat Yap Kiong Lee dan Souw Thian Hai mendatangi.

"Twa-ko...? Souw Tai-hiap...?" sapanya gembira.

Souw Thian Hai mengangguk pula dengan hormat. Sedangkan Yap Kiong Lee segera merangkul Yap Tai-ciangkun. Liu Yang Kun berdiri saja di kejauhan.

"Kau bawa Hong-siang kemari?" Yap Kiong Lee bertanya pendek.

Yap Khim menarik napas panjang. Matanya nanar mencari Liu Yang Kun. "Aku tak bisa menghalangi kehendak Hong-siang untuk segera melihat puteranya. Hm... dimanakah Pangeran Liu Yang Kun?"

Yap Kiong Lee membalikkan tubuhnya, "Itu dia...!" katanya seraya mengarahkan pandangannya kepada Liu Yang Kun.

Yap Khim tertegun sebentar, lalu menganggukkan kepalanya kepada pemuda itu. "Pangeran...!" sapanya hormat.

"Yap Tai-ciangkun, dimanakah anak itu....?" tiba-tiba terdengar suara lantang dari dalam kereta.

Yap Khim cepat memberi hormat ke arah kereta. "Pangeran ada disini, Hong-siang...." Jawabnya tegas pula.

"Mana dia....?"

Tiba-tiba pintu kereta terbuka lebar dan Kaisar Han Koucou atau Kaisar Liu Pang itu melangkah keluar. Tubuhnya yang tinggi besar itu masih tampak kokoh kuat meskipun rambut dan cambangnya yang lebat itu sudah hampir putih semuanya.

Kecuali para pengawal, semua orang yang berada di tempat itu segera berlutut. Demikian pula dengan Yap Kiong Lee, Souw Thian Hai dan para undangan yang menghadiri pesta pernikahan itu. Walaupun sedikit gugup dan ragu-ragu Liu Yang Kun juga menekuk lututnya pula.

"Yang Kun, dimanakah dia...?" karena tidak segera bisa melihat Liu Yang Kun, Hong-siang itu menggeram marah.

Baik Yap Khim, Yap Kiong Lee, maupun Souw Thian Hai cepat-cepat berpaling kepada Liu Yang Kun. Mereka bertiga memandang pemuda itu dengan tajam, seperti menuntut agar pemuda itu segera memperlihatkan diri kepada Hong-siang.

Liu Yang Kun yang untuk beberapa saat lamanya memang seperti orang bingung itu akhirnya menyadari keadaannya. Ia segera bangkit berdiri. Kemudian dengan wajah tertunduk ia melangkah menghampiri ayahnya. Para pengawal Kim-i-wi dan Gin-i-wi cepat menggerakkan ujung tombaknya ke depan. Siap untuk menerjang Liu Yang Kun apabila pemuda itu berani mengganggu junjungan mereka.

Liu Yang Kun lalu berdiri hanya beberapa langkah di hadapan Kaisar Han. Pemuda itu lalu menengadahkan kepalanya, dan untuk beberapa waktu lamanya dua pasang mata mereka saling menatap dengan tegangnya.

"Ayahanda....!" tiba tiba Liu Yang Kun berdesah pendek serta menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar Han.

"Anakku...!" Kaisar Han cepat mengelus pula kepala Liu Yang Kun. Air matanya tampak menetes ke atas pipinya. Hong-siang yang terkenal sangat keras hati itu ternyata dapat juga meneteskan air mata.

Tapi suasana haru itu segera terputus pula oleh suara derap kaki kuda yang berdentangan di jalan raya. Bahkan diantara dencingnya suara tapal kaki kuda itu terdengar pula suara derit roda kereta, yang dipacu dengan sekuat tenaga.

"Siapa itu...?" Hong-siang menoleh ke arah Yap Khim dan berdesis pendek.

Dan suara gemuruh itu berhenti tepat di depan rumah Ui Bun Ting. Bagaikan kijang Yap Khim dan kakaknya melompat menyibakkan prajurit-prajuritnya, kedua jagoan Kerajaan itu saling berlomba menuju ke jalan raya.

"Siapa....?" Yap Khim bertanya kepada salah seorang perwiranya yang berada di luar pintu gerbang halaman.

Perwira itu menunjuk ke arah Kereta yang berhenti di tepi Jalan. "Rombongan dari kota Lai-yin, Tai-ciangkun. Ketua Partai Tiam-jong-pai dan anak muridnya," jawabnya hormat.

"Ooh!" Yap Kiong Lee berdesah lega, kemudian cepat-cepat menyongsong kedatangan pengantin tua itu. "Nona Souw....!" pendekar dari istana itu menyapa halus ketika berpapasan dengan puteri Hong-gi-hiap Souw Thian Hai.

Beberapa langkah dari kereta yang berhenti itu Yap Kiong Lee berhadapan dengan Ui Bun Ting dan Han Sui Nio, calon isteri ketua Partai Tiam-jong-pai itu. Orang tua itu tampak terheran-heran menyaksikan para prajurit kerajaan yang bertebaran di segala tempat tersebut.

"Yap Tai-hiap? Ada apa? Mengapa Tai-hiap membawa prajurit sedemikian banyaknya? Apakah kami mempunyai kesalahan terhadap Hong-siang?" Ui Bun Ting berseru kaget.

"Tidak! Tidak ada apa-apa, Ui Ciang-kun! Jangan salah duga! Kami memang sengaja datang untuk mengiringkan Hong-siang kemari. Hong-siang berkenan untuk menghadiri pesta perkawinanmu..." dengan sedikit berbohong Yap Kiong Lee cepat-cepat memberi keterangan untuk meredakan kekhawatiran Ui Bun Ting.

"Hah? Hong-siang berkunjung kemari? Yap Tai-hiap, mana... .mana aku berani menerima kunjungan Hong-siang?" Ui bun Ting berdesah gugup. Dan ketua partai Tiam-jong-pai itu semakin menjadi gugup lagi ketika Yap Khim atau Yap Tai-ciangkun datang pula mendekatinya.

"Yap Tai-ciangkun. selamat datang...!" sapanya pelan.

"Selamat berjumpa, Ui Ciang-bun. Bagaimanakah khabar Tiam-jong-pai selama ini? Maaf, Kami terpaksa membuat kaget Tiam-jong-pai dan Ui Ciang-bun hari ini. Hong-siang berkenan datang ke sini untuk menemui puteranya, Pangeran Liu Yang Kun. Dan tentu saja sekalian menghadiri perkawinan Ui Ciang-bun!" Yap Khim berkata pula sambiI mengangguk hormat.

"Pangeran Liu Yang Kun...? Pemuda yang menolong aku itu? Beliau itu putera Hong-siang?" Ui Bun Ting berseru kaget seraya memandang ke arah Yap Kiong Lee.

"Benar, Ui Ciang-bun. Pemuda itu memang putera Hong-siang. Karena menderita penyakit lupa ingatan, maka beliau pergi meninggalkan istana untuk mencari obatnya, kini beliau sudah sembuh dan berada di sini bersama aku. Dan berita kesembuhan pangeran ini telah didengar pula oleh Hong-siang. Itulah sebabnya junjungan kita itu berkunjung kemari..." pendekar istana itu menjelaskan.

Akhirnya Ui Bun Ting seperti tersadar dari mimpinya. Bergegas ketua partai Tiam-jong-pai itu menggandeng lengan Han Sui Nio. "Kalau begitu antarkanlah kami menemui Hong Siang. Oh, jangan-jangan beliau tidak mendapatkan pelayanan yang layak!" katanya tergesa-gesa.

Yap Kiong Lee dan Yap Tai-ciangkun cepat mengiringkannya. Sambil berjalan kedua kakak-beradik itu berkata bahwa Ui Bun Ting tak perlu bersusah-payah melayani kedatangan Hong-siang, karena kehadiran Hong-siang kali ini memang mendadak serta di luar pengetahuan Ui Bun Ting sendiri, apalagi Hong-siang sendiri juga tak suka disanjung-sanjung secara berlebihan pula.

Demikian gugup dan bingungnya Ui Bun Ting dan Han Sui Nio sehingga mereka lupa kepada Tui Lan dan bayinya yang masih berada di dalam kereta. Apalagi Tui Lan juga tak mau keluar dari kereta itu, wanita muda itu tetap asyik menimang-nimang puterinya. Bahkan dia juga tetap diam pula ketika kereta itu diparkir di seberang jalan. Sementara itu dengan sikap yang masih sangat gugup Ui Bun Ting berlutut di depan Hong-siang yang masih merangkul kepala Liu Yang Kun.

"Hmm, Ui Ciang-bun... silakan berdiri!" Kaisar Han yang sudah bisa mengendalikan perasaan harunya itu kemudian memberikan perintahnya. "Aku sungguh berbahagia sekali malam ini. Karena pesta perkawinanmu ini aku bisa menemukan kembali puteraku yang hilang. Oleh karena itu aku akan duduk di meja perjamuanmu sampai upacara yang kau adakan selesai. Nah, marilah kita mulai upacaranya sekarang? Yang Kun, kau ikut aku!"

Selesai berbicara Kaisar Han melangkah menuju ke pendapa. Diikuti oleh Ui Bun Ting, Yap Tai-ciangkun, Yap Kiong Lee, Souw Thian Hai dan para perwira pasukan pengawal kaisar. Otomatis para tamu yang ada di dalam pendapa segera menyibak dan menyingkir dari deretan kursi utama.

Untuk beberapa langkah Liu Yang Kun memang mengikuti langkah Kaisar Han. Namun ketika pandangan pemuda itu tertumbuk pada wajah gadis ayu yang juga ikut berjalan di belakang rombongan tersebut tiba-tiba langkahnya terhenti. Matanya terbeliak lebar seakan-akan melihat sesosok hantu.

"Nona Souw...? Kau?" bibir Liu Yang Kun bergetar menyebut nama gadis ayu namun berlengan satu itu. Matanya tetap nanar seolah-olah baru saat itu ia melihat Souw Lian Cu.

Souw Lian Cu tersentak kaget pula. Gadis itu juga berhenti melangkah, sehingga mereka berdua lalu berdiri berhadapan dan ditinggalkan oleh rombongan mereka. Sejenak mereka hanya saling berpandangan saja. Namun kali ini Souw Lian Cu melihat adanya perubahan pada pandangan Liu Yang Kun. Berbeda sekali dengan pandang mata pemuda itu kemarin. Kini pandang mata pemuda itu telah kembali normal seperti yang dikenalnya dulu. "Pangeran...?"

"Jangan panggil aku begitu! Aku... tiba-tiba Liu Yang Kun berkata agak kesal. Tangannya mencengkeram lengan Souw Lian Cu, sehingga gadis itu menjadi merah mukanya.

"Ah, Pangeran... tanganmu menyakiti lenganku."

"Hmm... biarlah. Aku ingin berbicara denganmu. Marilah kita duduk di pendapa agar ayahanda ku tidak mencari aku...!"

"Tapi... tapi...??"

"Dengar, Nona Souw! tidak ada tetapi lagi sekarang. Ayo!" Liu Yang Kun berkata tegas dan menarik lengan Souw Lian Cu ke pendapa.

Ketika lewat di dekat Kaisar Han, Liu Yang Kun diminta duduk di sampingnya. Tapi pemuda itu dengan hormat menolak. Sambil menuding kepada Souw Lian Cu pemuda itu mencari tempat duduk yang lain. Dan ternyata Kaisar Han tidak memaksanya. Kaisar yang bijaksana itu seperti memaklumi hati puteranya.

Kebetulan Liu Yang Kun dan Souw Lian Cu memperoleh kursi yang agak terpisah sehingga mereka berdua bisa berbincang-bincang dengan leluasa. "Nona Souw, aku...."

"Ah, Pangeran jangan... jangan begitu. Tidak enak dilihat orang." Dengan wajah merah Souw Lian Cu melepaskan lengannya dari pegangan tangan Liu Yang Kun.

"Aku tidak peduli. Dan kukira juga tidak ada seorangpun yang memperhatikan kita. Semuanya melihat ke rombongan ayahanda Kaisar. Jadi kita bebas untuk saling berbicara disini."

"Ya. Tapi... tapi Pangeran jangan terlalu... terlalu...?"

"Terlalu apa?"

Souw Lian Cu segera menundukkan kepalanya. "Anu... Pangeran jangan terlalu mesra kepadaku. Aku merasa tidak enak kalau dilihat orang. Bukankah... bukankah Pangeran sudah beristri?

"Heh....?" Tiba-tiba Liu Yang Kun tercenung diam. Di dalam pikirannya segera terbayang wajah Tiauw Li Ing yang genit dan kejam itu. "Eh... kau maksudkan puteri bajak laut yang bernama Tiauw Li Ing itu?" akhirnya pemuda itu berkata kesal. "Ketahuilah, Nona. Aku belum pernah kawin dengan dia. Eh, maksudku…. aku belum resmi menikah dengan gadis itu. Semua yang telah terjadi itu hanyalah tipu-dayanya saja. Guru gadis itu telah menanamkan beberapa buah jarum di kepalaku sehingga aku menjadi lupa pada masa-laluku. Nah, selama itu aku dibohongi dan dicekoki pengertian bahwa aku adalah suami Tiauw Li Ing...."

Souw Lian Cu tersenyum melihat kedongkolan Liu Yang Kun. "Sst! Tenanglah, Pangeran! Jangan keras-keras begitu! Nanti dilihat orang."

"Tapi… tapi kau berprasangka yang bukan-bukan. Aku jadi penasaran."

Sekali lagi Souw Lian Cu tersenyum sehingga wajahnya yang memang sangat cantik itu menjadi semakin manis dilihat oleh Liu Yang Kun. "Sudahlah, Pangeran. Sekali lagi, tenanglah! Aku juga tidak berprasangka pula secara membabi buta. Aku mempunyai bukti yang sangat kuat…"

"Nah! Kau sudah memulainya kembali!" Liu Yang Kun menjadi berang kembali. "Sudah kukatakan bahwa semuanya itu hanya tipu-daya! Antara aku dan Tiauw Li Ing..."

"Sssst! Aku tidak mengatakan hubungan Pangeran dengan gadis itu..." dengan cepat Souw Lian Cu memotong. "Kalau tentang gadis itu aku sudah bisa memakluminya..."

Wajah Liu Yang kun tiba-tiba menjadi pucat. Matanya terbeliak memandang Souw Lian Cu, hatinya menjadi kaget dan bingung. "Apakah.... apakah yang Nona maksudkan?" tanyanya kemudian dengan suara gemetar. Namun di dalam hatinya telah timbul bayangan yang sangat menakutkan.

"Sudahlah, Pangeran. Pembicaraan ini tak perlu diperpanjang lagi. Diantara kita memang tidak pernah terjadi apa-apa. Oleh karena itu pula kita tak usah mengungkit-ungkit urusan pribadi masing-masing. Lihatlah, upacara perkawinan telah hampir selesai. Sebentar lagi tentu akan diselingi dengan pertunjukan dan hiburan yang amat menarik."

Tapi bujukan gadis itu justru semakin memanaskan hati Liu Yang kun. Pangeran muda itu justru bertambah berang dan penasaran. Sikapnyapun menjadi bertambah berani pula. "Tidak! Aku tidak mau menghentikannya! Aku justru akan mengatakannya sekarang! Dulu aku memang selalu ragu-ragu untuk mengeluarkannya! Tapi sekarang, tidak! Nah, nona Souw... ketahuilah! Aku mencintaimu! Aku ingin memperisterimu! Apapun yang terjadi..."

Senyum yang tersungging di bibir Souw Lian Cu tiba-tiba lenyap. Wajah itu seketika menjadi pucat pasi. Beberapa kali kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri, kalau-kalau ucapan pemuda itu didengar oleh orang lain. Tapi saat itu sebuah tarian kipas sedang dipertunjukkan oleh sepuluh orang gadis, dan semua mata tertuju ke sana.

Tentu saja hati Souw Lian Cu menjadi lega. Namun demikian untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, maka gadis itu segera menyeret Liu Yang Kun keluar. Untunglah pada saat itu pula beberapa orang tamu banyak yang hilir-mudik di pendapa tersebut, sehingga kepergian mereka tidak menimbulkan perhatian orang Iagi. Mata para prajurit dan pengawal kaisar dengan tajam menatap mereka ketika mereka melewati halaman. Namun Liu Yang kun tidak peduli.

Nona Souw...! Mengapa tiba-tiba kau membawa aku keluar? Apakah kali ini kau juga akan mengatakan penolakanmu seperti dahulu, sehingga kau takut aku akan mengamuk dan membuat onar di dalam pesta perkawinan ini??" Liu Yang kun mendesak tak sabar ketika mereka telah berada di pintu gerbang halaman.

"Sabarlah, Pangeran! Aku hendak menunjukkan sesuatu pada Pangeran. Sebuah bukti bahwa apa yang kukatakan tentang istri Pangeran tadi bukanlah mengada-ada. Marilah...!"

"Hah, Tiauw Li Ing lagi! Bosan aku!"

Tiba-tiba Souw Lian Cu menghentikan langkahnya. Matanya yang indah itu menatap mata Liu Yang Kun dengan tajamnya. "Dengar, Pangeran! Bukan gadis itu yang kumaksudkan. Aku tidak berbicara tentang Tiauw Li Ing! Aku berbicara tentang wanita yang lain!" Sekali lagi hati Liu Yang Kun tergetar.

"Lalu... lalu siapakah yang kau maksudkan?"

Souw Lian Cu kembali melangkah. "Ikutlah aku Nanti Pangeran akan mengetahui sendiri..."

Dengan hati berdebar-debar penuh tanda tanya Pangeran Liu Yang Kun terpaksa mengikuti langkah Souw Lian Cu. Namun di luar pintu halaman mereka dihadang oleh seorang perwira tua. Dan perwira tua itu segera mempersilakan Pangeran Liu Yang Kun untuk kembali lagi ke dalam gedung.

"Maafkan kami, Pangeran. Kami semua mendapat tugas untuk menjaga pintu gerbang halaman ini. Tidak seorangpun diperkenankan keluar oleh Hong-siang, sebelum Hong-siang sendiri keluar dari dalam gedung ini. Oleh karena itu..."

"Jadi... akupun tidak boleh keluar pula dari tempat ini?" Liu Yang Kun memotong dengan kening berkerut.

"Maaf, Pangeran. Bukan maksud kami untuk menghalang-halangi Pangeran. Tapi kami takut mendapat murka dari Hong-Siang apabila kami melalaikan tugas ini."

Liu Yang Kun memandang Souw Lian Cu. Dan gadis ayu itu segera melangkah ke depan perwira tua tersebut. "Maaf. Sebenarnya Pangeran Liu Yang Kun juga tidak akan pergi kemana-mana. Beliau hanya mau mengambil sesuatu di kereta yang diparkir di seberang jalan itu. Apakah hal ini juga tidak diperbolehkan?" dengan pintar Souw Lian Cu mencari alasan.

Ternyata perwira tua itu menjadi bingung dan ragu-ragu pula. "Ini... ini... ehm baiklah! Tapi perbolehkanlah kami mengawal Pangeran ke sana," akhirnya perwira tua itu mengambil keputusan.

Demikianlah, Souw Lian Cu terpaksa menyetujui syarat itu agar tidak terjadi kericuhan di tempat tersebut. Bersama Pangeran Liu Yang Kun dan perwira tua itu dia pergi menyeberangi jalan. Dengan langkah mantap dia menuju ke kereta yang tadi dipakai oleh Ui Bun Ting. Di samping kereta itu Souw Lian Cu berhenti. Ditatapnya mata Pangeran Liu Yang Kun sejenak, kemudian ditunjuknya pintu kereta yang tertutup rapat.

"Silakan Pangeran menjenguk ke dalam. Bukti yang kukatakan itu berada di dalam kereta ini. Silakan...." dengan suara yang tiba-tiba berubah serak dan gemetar Souw Lian Cu berkata kepada Pangeran Liu Yang Kun.

Tentu saja Liu Yang Kun yang belum tahu arah tujuan Souw Lian Cu itu menjadi ragu-ragu. Namun demikian keinginan tahunya segera mendesak di dalam pikirannya. Dengan sangat hati-hati ia membuka pintu kereta itu. "Hah... Tui Lan...?" Pangeran Liu Yang Kun meloncat surut seraya menjerit kaget. Matanya melotot menatap Tui Lan yang duduk bengong menggendong bayinya. Berulang kali Pangeran Liu Yang Kun mengucak-ucat matanya.

Tapi ketika wajah Tui Lan yang ada di dalam kereta itu tidak juga hilang dari pandangannya, maka Pangeran Liu Yang Kun baru yakin bahwa ia tidak sedang bermimpi. Wanita yang duduk di dalam kereta itu benar-benar Tui Lan istrinya yang selama ini telah dianggapnya mati.

"Tui Lan...! Betulkah engkau... Tui Lan?" desahnya kemudian dengan napas terengah-engah.

Tapi berbeda dengan Pangeran Liu Yang Kun yang menjadi kaget oleh perjumpaan tersebut, Tui Lan sebaliknya sama sekali tidak merasa kaget. Sejak semula gadis itu memang telah membayangkannya. Bahkan apa yang hendak dilakukannya juga telah dipikirkannya pula. Meskipun demikian ketika pertemuan tersebut benar-benar terjadi, ternyata sulit juga bagi Tui Lan untuk bersikap tenang. Melihat sikap yang diperlihatkan oleh suaminya tadi hatinya kembali luluh.

"Koko....?" bisiknya pula sambil mencucurkan air mata.

"Lan-moi...!" Liu Yang Kun berdesah haru.

Dan keduanya lalu saling berpelukan dengan erat. Tui Lan sampai lupa bahwa dia sedang menggendong bayinya, sehingga bayi itu menangis keras karena terhimpit tangan Liu Yang Kun. Otomatis Liu Yang Kun melepaskan pelukannya. Wajah pemuda itu penuh curiga ketika memandang bayi tersebut.

"Siapakah dia? Anakmu? Kau sudah kawin lagi?"

Tui Lan menggelengkan kepalanya. Bibirnya tersenyum ketika memandang kearah suaminya. Dan bayi yang sedang menangis itu tiba-tiba ia serahkan kepada Liu Yang Kun! "Koko, anak ini adalah anak kita. Mengapa kau sama sekali tak merasakannya? Lihat, wajahnya mirip wajahmu..."

"Apa...?" Pangeran Liu Yang Kun tersentak kaget, dan tiba-tiba saja lengannya yang panjang itu menyambar bayi tersebut. "Anak ini anak kita?" pekik Liu Yang Kun gembira.

"Benar. Aha, benar. Kau memang telah hampir melahirkan ketika kita berpisah dulu. Wah... sungguh cantik sekali anak ini. Siapakah namanya?"

"Chu Siok Eng."

"Chu Siok Eng...?" Liu Yang Kun tersentak bingung.

Sekali lagi Tui Lan tersenyum. Kemudian diceritakannya pengalamannya dulu. Bagaimana dirinya dilontarkan oleh arus air Telaga Tai-ouw. Lalu bagaimana pula ia ditolong oleh keluarga Chu Seng Kun dari kebiadaban kawanan bajak laut yang mengejar-ngejarnya.

Demikian asyiknya mereka bercerita sehingga mereka tidak mengacuhkan lagi pada orang-orang, yang kemudian datang mendekati kereta itu. Barulah mereka menjadi kaget ketika perwira tua yang mengikuti Liu Yang Kun tadi menegur mereka.

"Pangeran…? Mungkin ada sesuatu yang dapat kami bantu?"

"Eh-oh...!" Liu Yang Kun tergagap sadar dan bergegas turun dari tangga kereta, Chu Siok Eng tampak tertidur pula di pelukannya.

Dan perwira tua itu segera melangkah maju pula mendekati Liu Yang Kun. "Apakah Pangeran membutuhkan seorang dayang untuk merawat anak itu," ia menawarkan lagi bantuannya. Tapi pada saat itu pula tiba-tiba Liu Yang Kun teringat kembali kepada Souw Lian Cu. Gadis ayu itu tidak ada lagi di tempat tersebut.

"Hei... anu, eh... di manakah dia tadi?" Liu Yang Kun berseru kepada perwira tua itu.

"Siapa yang Pangeran maksudkan? Pendekar wanita yang datang bersama Pangeran? Ah, dia sudah pergi sejak tadi. Sejak Pangeran membuka pintu kereta itu..." perwira tua itu cepat menyahut.

"Pergi? Pergi kemanakah dia?" Tui Lan yang kemudian berdiri di belakang Liu Yang Kun itu berseru kecewa.

Pangeran Liu Yang kun menoleh ke arah Tui Lan. "Kau... kau sudah mengenal dia pula?"

Tui Lan menatap wajah Liu Yang Kun lekat-lekat. Dan tiba-tiba matanya berkaca-kaca. Sehingga ketika akhirnya ia menganggukkan kepalanya, maka air yang bening itu meleleh membasahi pipinya.

"Maafkan aku, ko-ko. Di dalam perjalanan tadi aku dan Liingkong (Dewi Penolong) memang telah berbicara banyak tentang diri kita masing-masing. Dan aku tak tega menyimpan rahasia seperti membohonginya terus-menerus mengenai diriku, padahal aku tahu bahwa dia adalah kekasihmu dan calon istrimu yang sesungguhnya. Ia benar-benar seorang wanita yang sangat mulia. Aku dan anakmu ini telah berhutang nyawa kepadanya. Bahkan sebagian dari darahnyapun telah masuk dan mengalir pula di dalam tubuhku...!"

"Jadi.... jadi kalian berdua juga sudah saling mengetahui persoalan-persoalan kita masing-masing?" dengan suara lemah dan getir Liu Yang Kun bergumam seperti kepada dirinya sendiri.

Tui Lan pun tak kuasa lagi menjawab. Gadis yang juga telah sarat dengan beban kesengsaraannya itu hanya bisa menganggukkan kepalanya. Namun isyarat tersebut sudah cukup untuk melemahkan seluruh sendi-sendi tulang Liu Yang Kun.

"Oooh...!" pemuda itu berdesah panjang seraya memandang jauh kedalam kegelapan. Semangatnya terasa hilang. Seperti ada sesuatu yang terbang dari lubuk hatinya.

"Pangeran...?" perwira tua itu kembali menyela untuk menghilangkan suasana aneh yang tidak dimengertinya itu.

Liu Yang Kun hanya melirik sekejap. Kemudian seperti orang linglung ia melangkah kembali ke gedung Tiam-jongpai. Chu Siok Eng yang masih kecil itu tetap pula di dalam gendongannya. Tapi dengan langkah tergesa Tui Lan mengejarnya. "Ko-ko. hendak kau bawa kemana anak kita? Jangan dibawa kemana-mana! Berikan dia kepadaku...!" ujarnya khawatir.

"Oooh!" Liu Yang kun tiba-tiba tersentak kaget, kemudian dengan tergesa-gesa pula memberikan bayi itu kepada Tui Lan. "Ini... ini... terimalah! Aku... aku hanya ingin mengajaknya mencari Souw Lian Cu. Mungkin… mungkin dia kembali kedalam gedung itu."

Sambil mendekap anaknya erat-erat Tui Lan menatap wajah suaminya. Matanya yang indah itu kembali berkaca-kaca. Tampak mendung kesedihan menggayut di matanya. "Koko... kuatkanlah hatimu. Kau tak perlu lagi mencarinya. Seperti juga kau nanti tak perlu mencariku pula. Dia telah pergi jauh. Demikian juga dengan aku nanti. Kami berdua telah sama-sama berikrar serta berjanji untuk sama-sama pergi jauh dan melupakanmu!"

"Tui Lan...!"

"Nah, ko-ko... peliharalah dirimu baik-baik. Selamat tinggal...!" Tiba tiba Tui Lan melesat pergi, menerobos di kegelapan malam. Liu Yang Kun hendak mengejar, tapi perwira tua itu cepat menghadangnya.

"Pangeran... Lihat! Hong-siang sudah keluar. Beliau mencari paduka," perwira tua itu berkata keras seraya menunjuk ke arah pintu halaman gedung Tiam-jong-pai.

Pangeran Liu Yang Kun tertegun. Ayahandanya benar-benar datang menghampirinya. Beliau diiringkan oleh Yap Tai-ciangkun dan Yap Kiong Lee. Sementara para perwira dan para prajurit yang menjaga keselamatannya tampak sibuk bersiap-siap meninggalkan tempat itu. Liu Yang Kun menghela napas panjang, ketika dicobanya untuk melihat kemana Tui Lan tadi pergi, gadis itu telah lenyap ditelan oleh kegelapan. Kembali terasa ada sesuatu yang tanggal dan hilang di dalam hatinya.

"Lian Cu... Tui Lan...!" rintihnya pedih.

"Yang Kun! Apa yang kau lakukan di sini? Ayo, kita kembali ke pesanggrahan!" Kaisar Han tiba-tiba berkata.

"Marilah, Pangeran!" Yap Kiong Lee datang mendekat dan ikut membujuknya pula.

Bagai kerbau yang dicocok hidungnya Liu Yang Kun menurut saja ketika lengannya dituntun pendekar dari istana itu. Rasa-rasanya tiada lagi semangatnya yang tersisa. Semuanya seperti terbawa oleh kepergian Souw Lian Cu dan Tui Lan. Ketika kaki pemuda itu hendak naik ke kereta ayahandanya, dari sebelah barat muncul serombongan tamu yang hendak menghadiri pesta pernikahan itu pula. Dan Liu Yang Kun segera mengenal dua orang diantaranya.

Mereka itu adalah rombongan dari aliran Im-Yang-kauw dan dua orang yang telah dikenal oleh Liu Yang Kun itu adalah Toat-beng-jin serta Tong Ciak. Tokoh-tokoh Aliran Im-Yang-kauw itu kelihatan terkejut melihat panji-panji dan prajurit-prajurit yang bertebaran mengelilingi sebuah kereta Kerajaan itu. Mereka hampir saja meninggalkan jalan itu bila kemudian mereka tidak melihat Pangeran Liu Yang Kun yang telah mereka kenal itu.

"Saudara Yang Kun, apa khabar?" Toat-beng-jin berseru gembira dan bergegas menghampiri kereta.

Tapi dengan cepat para pengawal Kim-i-wi mencegat mereka. Terpaksa Liu Yang Kun yang telah kehilangan semangat hidup itu mengurungkan niatnya untuk menaiki kereta. Dengan langkah lesu pangeran muda itu menghampiri mereka.

"Lo-cianpwe...?" pemuda itu menyapa pula setelah lebih dulu menyibakkan para prajuritnya.

"Pangeran...? Siapakah mereka?" seorang perwira segera mendekati Liu Yang Kun dan bertanya dengan suara curiga.

Liu Yang Kun menoleh, "Ciang-kun tak perlu mengkhawatirkan mereka. Mereka semua adalah teman-temanku. Mereka adalah tokoh-tokoh Aliran lm-Yang-kauw yang selama ini selalu membantu kerajaan."

"Oh!" perwira itu berdesah lega, kemudian melangkah mundur.

"Pangeran...?" sebaliknya Toat-beng-jin dan kawan-kawannya berseru kaget mendengar panggilan terhadap Liu Yang Kun tersebut. Baru sekarang mereka menyadari siapa sebenarnya Liu Yang kun selama ini.

Dan kenyataan itu benar-benar membuat hati mereka menjadi kikuk. Dengan tergesa-gesa Toat-beng-jin meminta diri dan mengajak kawan-kawannya masuk ke halaman rumah Ui Bun Ting.

"Maafkanlah kami, Pangeran. Kami semua benar-benar tidak tahu, sehingga selama ini kami selalu menganggap Pangeran sebagai sahabat kami. Maafkanlah kami. Kami… kami sekarang sudah tidak berani lagi mengharapkan kehadiran pangeran di tempat perkumpulan kami," sebelum hilang di balik gapura halaman Toat-beng-jin berkata kepada Liu Yang Kun.

Liu Yang Kun mengerutkan keningnya. Pemuda itu jadi ingat kembali pada peristiwa beberapa tahun berselang, ketika ia berkenalan pertama kali dengan tokoh aliran Im-Yang-kauw itu. Tokoh itu telah membujuknya untuk memasuki aliran tersebut. Bahkan orang tua itu selalu mengundangnya agar ia mau mengunjungi kuil mereka.

Dalam keadaan patah hati dan kehilangan semangat seperti sekarang, tiba-tiba muncul keinginan Liu Yang kun untuk menuruti keinginan itu. Menjadi pendeta dan melepaskan semua pikiran yang meresahkan hatinya. "Lo-cianpwe, jangan khawatir! Lain hari aku benar-benar akan mengunjungi kuilmu!" serunya kemudian dengan suara mantap.

Demikianlah, dengan semangat yang masih tetap lesu, Liu Yang Kun mengikuti rombongan Kaisar Han Kou-cou kembali ke Kota raja. Di sepanjang jalan, pemuda itu tak pernah mengeluarkan suara apabila tidak diajak bicara oleh ayahandanya. Namun anehnya, Kaisar seperti tak mengacuhkan perubahan sikap putranya itu. Bahkan kaisar itu sering melirik dan tersenyum sendiri tanpa sepengetahuan Liu Yang Kun.

Seperti ada sesuatu yang dirahasiakan oleh Kaisar Han terhadap putranya. Dua hari kemudian rombongan itu telah tiba di kota raja dan sambutan untuk mereka benar-benar meriah bukan main. Hampir di seluruh bagian kota itu dihias dengan indahnya. Ucapan-ucapan selawat datang yang ditujukan kepada Liu Yang Kun tampak terpancang dimana-mana. Dan teriakan-teriakan gembira menyambut kedatangan pangeran muda itu juga terdengar pula dengan riuhnya.

"Hidup Pangeran muda...! Hidup Pangeran muda...!"

"Lihat dan dengarlah, anakku? Mereka semua menyambut kedatanganmu dengan sangat bergembira! Apakah kau tidak menyukainya?" Kaisar Han berbisik kepada Liu Yang Kun.

Dengan sangat lesu dan amat terpaksa sekali Liu Yang Kun menganggukkan kepalanya. Bibirnya sedikit tersenyum, meskipun hatinya tetap terasa hampa. "Terima kasih, Ayahanda," jawabnya kemudian dengan nada datar. "Hamba benar-benar tidak menyangka kalau akan memperoleh sambutan seperti ini. Hmm, bagaimana mungkin orang-orang itu tahu kalau hamba hendak pulang?"

Kaisar menatap Liu Yang kun lekat-lekat, lalu tertawa. "Tentu saja para petugas kita yang memberitahukan hal itu kepada mereka. Mereka adalah rakyat kita. Dan mereka sangat mencintaimu. Itulah sebabnya mereka sangat gembira sekali melihat kedatanganmu,..."

Di pintu istana mereka kembali disambut oleh para punggawa dan kerabat keraton. Semuanya mengelu-elukan kedatangan Hong-siang dan Liu Yang Kun. Kemudian berbondong-bondong mereka mengikuti rombongan Kaisar Han melalui halaman tengah istana yang sangat luas itu, menuju ke bangunan induk. Di pendapa depan dari bangunan induk itu seluruh rombongan pengantar terpaksa berhenti, mereka tidak diperbolehkan lagi memasuki halaman dalam.

Di tempat itu telah dijaga ketat oleh pasukan Gin-i-wi yang berbaju perak itu, mereka tampak garang-garang dan tangguh luar biasa. Dan tak seorangpun yang mereka perbolehkan masuk selain Baginda Kaisar beserta kerabat-kerabat dekatnya. Oleh karena itu hanya Liu Yang Kun beserta dua Saudara Yap itu sajalah yang kini tinggal menyertai Kaisar Han.

Bahkan ketika sudah menyeberangi halaman dalam dan hendak memasuki gapura bercat emas di sebelah dalam, dua Saudara Yap itupun juga tidak diperbolehkan pula mengikuti mereka. Di mulai dari gapura tersebut kekuasaan telah digantikan oleh pasukan pengawal Kim-i-wi.

"Hong-siang...! Kami berdua hanya mengantar sampai disini saja." Yap Tai-ciangkun menjura dengan sangat hormat.

Kaisar Han Kao-cou berhenti melangkah. "Terima kasih. Kalian benar-benar sangat berjasa. Aku tak akan melupakannya. Nah, sekarang kalian berdua boleh kembali ke tempat kalian masing-masing. Keluarga kalian telah lama menunggu kedatangan kalian. Selamat beristirahat..."

Di pintu ruang dalam Hong-siang dan Liu Yang kun disambut oleh seorang wanita muda yang amat cantik. Wanita berusia sekitar tigapuluhan tahun itu menyambut kedatangan Kaisar Han bersama-sama dengan belasan wanita yang lain pula. Mereka semua mengenakan pakaian yang biasa dikenakan oleh keluarga atau isteri seorang raja. Ketika wanita cantik itu berdatang sembah di hadapan Kaisar Han, tiba-tiba dari ruang dalam muncul empat orang anak lelaki yang umurnya hampir sebaya satu sama lain.

"Ayahanda...!" mereka semua berteriak kegirangan dan menubruk serta bergantungan di lengan Kaisar Han.

Kaisar Han tampak sangat berbahagia pula. Sambil menggendong salah seorang di antara anak-anak itu Kaisar Han menuding ke arah Liu Yang Kun. "Lihat pemuda itu! Dialah kakak kalian yang selama ini selalu ayahanda ceritakan. Gagah sekali, bukan?"

"Koko! Koko...! Ko-ko...!" empat orang anak itu kemudian berteriak-teriak pula kepada Liu Yang Kun. Sekejap Liu Yang Kun menjadi gugup. Apalagi ketika semua mata wanita yang ada di dalam ruangan ini memandang kepadanya.

"He-he-he...! Mengapa kau lantas menjadi bingung disini? Ini semua adalah keluarga kita. Anak-anak ini adalah adik-adikmu. Sementara semua wanita itu adalah ibu-ibumu."

Hong-siang berkata keras seraya menepuk-nepuk pundak Liu Yang Kun. Dan Liu Yang Kun pun segera membalas pula pelukan adik-adiknya. Kemudian pemuda itu juga membalas pula penghormatan selir-selir Ayahnya. Namun demikian pemuda itu tetap bersikap lesu dan kurang gembira. Semakin sering dan semakin banyak ia melihat wajah wanita, maka semakin tebal pula bayangan wajah Tui Lan dan Souw Lian Cu di matanya.

Tampaknya Hong-siang selalu memperhatikan kekecewaan puteranya itu. Oleh karena itu sambil tertawa Hong-siang berseru kepada permaisurinya, si wanita cantik berusia tigapuluhan tahun tadi. "Liong-hui...! Coba bawa kemari calon menantu kita! Aku akan melihat, apakah anakku ini masih akan bersikap lesu begini?"

"Baik, Hong-siang...!" wanita cantik yang dipanggil dengan nama Liong-hui itu menjawab, kemudian pergi ke ruang dalam bersama beberapa orang selir yang lain.

"Ayahanda...? Apa-apaan ini? Apa maksud ayahanda?" Liu Yang kun dengan kaget memprotes. Hampir saja Liu Yang Kun meninggalkan ruangan itu kalau tiba-tiba dari ruang dalam tidak muncul dua orang wanita yang membuatnya kaget setengah mati!

"Nona Souw....? Tui Lan...?" pekiknya hampir tak percaya.

"Pangeran....!" Souw Lian Cu dan Tui Lan tersenyum sambil menundukkan kepalanya.

Liu Yang Kun memandang Kaisar Han. "Ayahanda...? Ini... Ini...? Apakah kehendak Ayahanda sebenarnya? Mengapa mereka tiba-tiba berada di sini?"

"Lho...? Bukankah kau mencintai mereka? Apa salahnya bila aku melamar mereka untukmu?" Kaisar Han berpura-pura kaget, padahal bibirnya tak henti-hentinya tersenyum.

"Tapi.... tapi bukankah mereka berdua telah pergi jauh? Bagaimana Ayahanda dapat menemukan tempat tinggal mereka?"

Kaisar Han tertawa gelak-gelak, suatu yang sama sekali tak pernah dia lakukan dalam beberapa tahun ini. "Ho-ho-ho-ho... Anak Bodoh! Ayahmu sudah tua. Tentu saja bisa membaca apa yang terkandung di dalam hati anaknya. Begitu aku tahu kau tidak mau duduk bersama aku di pesta perkawinan Ui Bun Ting itu dan memilih duduk berdua dengan gadismu itu, maka aku sudah bisa menduga apa yang sedang terjadi di dalam dirimu. Tentu saja aku segera mencari tahu, siapa gadismu itu, dan kemudian melamarnya sekalian setelah kutahu dia putri Hong-gi-hiap Souw Thian Hai, hahaha!"

"Ah, Ayahanda...."

"Tapi ketika kulihat kalian bertengkar dan keluar dari tempat pesta itu, aku buru-buru memerintahkan Hong-gi-hiap Souw Thian Hai dan Hong-lui-kun Yap Kiong Lee untuk mengikuti kalian. Ternyata kalian berselisih paham karena ada gadis lain yang juga mencintaimu. Bahkan gadis itu telah mempunyai anak denganmu."

"Dia... dia kawin dengan hamba ketika kami sama-sama hidup di... di lorong-lorong gua itu, Ayah. Kami... kami saling mencintai..."

Kaisar Han Kou-cou mengangguk. "Aku sudah tahu. Kau memang tidak bisa meninggalkan dua-duanya. Keduanya sama berat bagimu. Oleh karena itu aku lalu mencarikan jalan keluar untukmu. Kuhubungi orang tua Tui Lan, yang ternyata adalah isteri Ui Bun Ting sendiri. Kulamar sekalian anaknya agar jadi istrimu yang resmi. ha-ha-ha...! Jadi di dalam pesta perkawinan Ui Bun Ting itu, aku sekaligus melamarkan dua orang istri untukmu, ha-ha-ha-ha...!"

"Tapi malam itu, baik Souw Lian Cu maupun Tui Lan telah menghilang dari tempat pesta itu!"

"Ha-ha-ha... kau memang benar-benar anak bodoh! Apa gunanya aku mengutus Hong-gi-hiap Souw Thian Hai dan Hong-lui-kun Yap Kiong Lee, kalau aku tak yakin mereka bisa mengatasi semua masalah yang kuhadapi? Apa sulitnya mencegah kepergian istrimu itu, ha-ha-ha...! Bukankah demikian, Souw Taihiap?" tiba-tiba Kaisar Han berseru keras.

"Ah, Hong-siang bisa saja...!" mendadak terdengar suara jawaban pendekar sakti itu dari dalam ruangan.

Pangeran Liu Yang Kun berseru kaget. Dari ruangan dalam dilihatnya ayah Souw Lian Cu itu keluar bersama Chu Bwee Hong, isterinya. Bahkan di belakang mereka itu muncul pula Hong-lui-kun Yap Kiong Lee dan adiknya, Yap Tai-ciangkun, yang tadi telah meminta diri untuk kembali pulang ke rumah mereka masing-masing.

"Ayahanda..." Liu Yang Kun tersipu-sipu.

Tiba-tiba Kaisar Han Kou-cou berkata serius, "Yang Kun! Semua ini memang telah kami persiapkan untukmu. Kedua orang kekasihmu itu telah setuju pula. Maka bulan depan istana ini akan merayakan pesta perkawinan kalian secara besar-besaran! Nah, sekarang kalian boleh berbicara sepuas-puasnya.

Kami semua akan masuk kedalam…" selesai bicara Kaisar Han mengajak semua orang yang ada di dalam ruangan tersebut masuk ke dalam. Mereka meninggalkan Liu Yang Kun dan kedua calon istrinya di tempat itu.

Tapi lama sekali mereka bertiga hanya saling berpandangan saja. Tak seorang yang mau mendahului berbicara. Namun di dalam adu pandang tersebut mereka bertiga seolah-olah telah saling berbicara satu sama lain. Dan itu telah lebih dari cukup bagi mereka.

"Koko...!" Souw Lian Cu dan Tui Lan berdesah hampir berbareng.

"Lian Cu... Tui Lan…!"

Dan mereka bertigapun lalu saling berpelukan dengan hangatnya, seolah-olah mereka bertiga itu telah berikrar untuk saling mengasihi satu sama lain, saling mecintai satu sama lain. Hidup rukun bersama-sama. Mereka baru melepaskan pelukan masing-masing ketika dari ruangan lain tiba-tiba terdengar suara tangis Chu Siok Eng yang keras.

"Hei... Siok Eng sudah bangun!" Souw Lian Cu berseru, lalu berlari ke dalam ruangan itu.

Dan Liu Yang Kun bersama Tui Lan pun segera berlari mengejarnya pula. Mereka semua benar-benar tampak berbahagia sekali....

Pilih jilid,
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.