Kisah Si Naga Langit adalah cerita silat Mandarin karya Kho Ping Hoo seri pertama. Kisah ini terdiri dari 23 jilid.

Mao-Mao-San (Gunung Mao-mao) menjulang tinggi sekitar empat meter dan puncaknya menembus awan. Gunung ini terletak di sebelah dalam Tembok Besar, di dekat perbatasan sebelah utara Propinsi Gan-su dan Mongolia Dalam.
Biarpun pegunungan ini terletak diperbatasan, namun pegunungan ini tidak sepi benar. Kota Tian-ju dan Gu-lang terletak di kakinya sebelah barat dan utara, sedangkan di kaki bagian timur terdapat kota Jing-tai.
Pegunungan ini mempunyai tanah yang subur, maka di kaki pegunungan dan di lereng-lereng bagian bawah terdapat banyak dusun pertanian di mana rakyat petani hidup cukup makmur, dalam arti kata tidak pernah kekurangan makan.
Akan tetapi di bagian lereng sebelah atas sampai ke puncak, Mao-mao-san jarang dikunjungi orang karena daerah ini penuh dengan hutan belantara yang dihuni banyak binatang buas. Para pemburu binatangpun hanya berani mencari untung sampai di lereng pertengahan saja.
Cerita tahyul beredar di kalangan rakyat petani bahwa di dekat puncak Mao-mao-san terdapat seekor naga siluman yang amat jahat. Kabarnya banyak pemburu yang berani naik lebih tinggi, lenyap tanpa meninggalkan jejak dan dikabarkan menjadi mangsa naga slluman. Semenjak cerita itu tersiar, tidak ada seorangpun pemburu berani naik mendaki lereng yang berada di pertengahan gunung.
Pagi itu hari dimulai dengan cuaca yang amat cerah. Matahari pagi bagai memuntahkan cahayanya, membangunkan segala sesuatu yang malas terbius malam dingin. Embun pagi membubung dari hutan-hutan kemudian lenyap dibakar sinar matahari yang mulai terasa hangat.
Burung-burung mulai sibuk, berkicau saling memberi salam, berloncatan dari dahan ke dahan, merontokkan embun yang tadinya tergantung di ujung-ujung daun-daunan. Mereka itu dengan riang gembira menyambut sinar matahari dan bersiap-siap melakukan pekerjaan mereka mencari makan. Binatang-binatang hutan juga mulai meninggalkan sarang mereka untuk mencari makan bagi diri sendiri dan bagi anak-anak mereka.
Bunga-bunga bermekaran. Kupu-kupu beterbangan. Awan putih tipis berbagai bentuk berarak di angkasa. Semua bekerja! Matahari, awan, pohon-pohon, bunga, embun, burung, kupu-kupu dan semua binatang hutan. Mereka semua mulai sibuk bekerja mencari makan.
Memang sesungguhnyalah. Hidup adalah gerak dan gerak yang paling baik dan bermanfaat adalah bekerja. Seluruh alam dan isinya tiada henti-hentinya bekerja. Kekuasaan Tuhan selalu bekerja, tak pernah berhenti sedetikpun juga. Kalau berhenti sedetik saja, akan kiamatlah dunia ini.
Dari lereng dekat puncak, masih di bawah awan, kita dapat melihat panorama yang teramat indah. Sukar dllukiskan kebesaran dan keindahan alam. Sawah ladang terbentang luas dibawah kaki kita. Di sana-sini tampak air berkilauan memantulkan sinar matahari seperti cermin-cermin.
Mata dapat menikmati pemandangan yang amat indah. Telinga juga dapat menikmati suara-suara merdu, kicau burung, desah angin di puncak-puncak pohon, gemercik air. Hidung juga dapat menikmati aroma yang amat segar, sedap dan alami.
Bau hutan, bunga, tanah basah, semua itu demikian dekat dan dikenal penciuman kita. Udara demikian sejuk segar, mengalir deras memenuhi paru-paru, membawa kesehatan dan kenyamanan perasaan. Indah dan nikmatnya hidup ini...!
Kisah Si Naga Langit Jilid 01 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 02 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 03 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 04 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 05 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 06 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 07 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 08 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 09 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 10 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 11 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 12 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 13 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 14 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 15 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 16 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 17 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 18 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 19 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 20 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 21 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 22 |
Kisah Si Naga Langit Jilid 23 |
Seri selanjutnya, JODOH SI NAGA LANGIT
|